Meh Seket Punjul

Di sebuah episode drakor (iya, drama Korea, jangan ketawa ya …), saya menemukan percakapan antara ibu dan anak perempuannya, yang diterjemahkan secara bebas, kira-kira seperti ini:

Berawal dari scene sarapan berdua antara ibu dan anak, si ibu berpesan dan mendoakan anaknya supaya hidup berbahagia.

“Aku tak tahu apa yang membuatku berbahagia,” jawab si anak dengan tatapan kosong.

Si ibu langsung menukas dengan cepat, “Cara mencari kebahagiaan itu bukanlah (serumit) ilmu mempelajari membuat roket. Mulailah dari hal kecil. Sesuatu yang paling kamu suka.”

Pada scene berikutnya, di episode drakor yang sama, si anak perempuan tadi bertanya kepada temen kuliah seangkatannya dulu, “Masih pantaskah orang berusia 50 tahun masih punya mimpi?”

Obrolan tentang kebahagiaan dan mimpi pada usia 50 tahun itu kemudian mengingatkan saya pada episode ke-50 Reboan Ngobrol Ngalor Ngidul Virtual ITS93. Judul pada flyer sebagaimana biasa menggunakan bahasa Suroboyoan: Meh Seket Punjul. Meh berarti hampir. Seket berarti lima puluh. Punjul berarti lebih sedikit. Hampir lima puluh lebih sedikit. Ya lima puluh sih. Tepat, itulah nomer episode acara yang dihelat tiap Rabu untuk kalangan terbatas di antara kami. Artinya sudah 50 hari Rabu kami lewati bersama, hanya libur pas 17-agustus-an, pemilu, dan Idul Fitri yang ketiganya jatuh pas di hari Rabu.

Awalnya acara itu hanyalah sebuah ruang yang mempertemukan kami, anak-anak muda yang di tahun 1993, sama-sama diterima di Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang lebih ngetop dikenal sebagai ITS Surabaya, di 4 fakultas dan 2 politeknik, yang tiga puluh tahun kemudian dipertemukan kembali oleh perjalanan waktu. Masuk di ITS-nya di tahun yang sama, membayar UKT (eh, waktu itu namanya masih SPP) yang sama dan seragam, dan dipersamakan oleh pengalaman pertama kali mendengar dan menjalankan apa itu ‘boikot’ secara masif secara kompak bersama-sama pula. Ya, kami memboikot acara penerimaan mahasiswa baru ala ITS yang bertitel Bakti Kampus ITS 93 yang sempat merepotkan senior senior panitia dan sempat menjadi berita di media cetak yang dibaca orang tua kami di daerah.

Meski kami sama tahun masuknya di ITS, sama besaran SPP-nya, tetapi segera saja kami terpisahkan. Tuntutan SKS dan tuntutan dari keluarga dan orang tua yang berbeda-beda, membuat path yang kami lalui menjadi berbeda pula. Yang satu jurusan saja mata kuliahnya berbeda, apalagi yang berbeda jurusan. Begitupun lulusnya. Ada yang lulus di tahun 1996 buat teman-teman D3 dan Politeknik, sementara teman-teman S1 ada yang lulus tahun 1997 tetapi ada pula yang lulus di tahun 2002 dan ada pula yang terpaksa atau malah sengaja tak mengambil gelar sebagai alumni ITS. Begitupun, selepas masa-masa di ITS jalur karir dan perjalanan kehidupan memisahkan kami tersebar ke seantero nusantara malah ada yang menjadi diaspora.

Tiga puluh tahun itu tentu saja mengubah banyak hal. Presiden saja sudah berganti, dari Soeharto, BJ Habibie, KH Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudoyono hingga ke Joko Widodo. Jadi wajar saja kalau reuni akbar ITS 93 tak serta merta menyatukan kami sebagai komponen rasa yang saling melengkapi di belanga yang sama.

Berawal dari lontaran pertanyaan: “nanti di acara tanggal 7 Oktober kalau tidak ada yang kenal bagaimana”, membuat ruang pada tiap Rabu itu adalah cara kami untuk saling berkenalan dan saling menyapa. Bahkan selewat acara Reuni Akbar 30 Tahun ITS93 di Graha Sepuluh Nopember pada tanggal 7 Oktober 2023 yang sukses terselenggara dan menjadi reuni akbar satu angkatan ITS semua jurusan untuk yang pertama kalinya, tak membuat Reboan tamat riwayatnya.

Konsep Reboan bisa jadi berubah, tetapi konsistensi kehangatan obrolan membuat Reboan bisa melewati episode ke-50-nya. Judul atau tema yang kami pasang di episode itu “Meh Seket Punjul” dengan cepat disetujui oleh Farah Anshar dan Agusta Androvani Triwahyu, dua kompatriot yang menemani saya menjadi host bersama acara Reboan itu. Bertiga kami berkomitmen untuk terus hadir sebagai host di tiap Rabu. Bertiga pula kami membahas tema dan judul serta siapa saja alternatif-alternatif yang bersedia menjadi Dhayoh Karet Loro. Kadang gampang, tapi lebih sering susahnya mencari siapa yang mau namanya tampil di flyer. Tetapi the show must go on. Kalaupun seandainya tak ada Dhayoh Karet Loro, masih ada Dhayoh Gak Karetan yang kehadirannya tak bisa ditebak. Kalaupun kemudian tak ada Dhayoh Gak Karetan yang ikut di Reboan (belum pernah kejadian sih ya), ya kami bertiga juga fine-fine saja, kami akan ngrandom bertiga tak mengurangi kebahagiaan. Tapi tentu saja kami akan lebih senang kalau ada Dhayoh yang datang. Bisa mendengarkan cerita dan kabar dari Sang Dhayoh, adalah sebuah kebahagiaan tersendiri.

Meh Seket Punjul, meski tema itu awalnya terkait dengan episode ke-50, seperti yang diperkirakan saat perencanaan, segera saja obrolan di Rabu malam (22/5) mengalir menjadi obrolan tentang usia kami yang rata-rata seketan. Mirip dan tak jauh dari obrolan drakor yang saya kutip di atas. Bagaimana mencari kebahagiaan itu? Masih pantaskah usia 50 tahunan punya mimpi? Jawabannya pun macam-macam.

Buat kami ITS angkatan 1993, tahun ini ada yang berusia seket, ada yang seket punjul, tapi banyak juga yang meh seket. Apa yang hendak kita lakukan di usia ini? Ada yang sudah makin bijak, ada yang makin mendekat ke sisi spiritual, ada yang makin peduli dengan kesehatan, ada yang menjaga untuk tetap bugar, ada pula yang menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan. Naik gunung, bersepeda, lari dan jalan cepat. Ada rutin mengikuti yoga dan senam ala SKJ. Ada yang sudah bersiap untuk pensiun, ada pula yang baru memulai usaha baru, ada pula yang baru memilih untuk berubah jalur karirnya. Ada yang masih disibukkan dengan urusan anak-anak, ada pula yang sudah bersiap untuk ditinggal anak-anak yang sudah pada saatnya memilih jalan kehidupannya sendiri. Banyak pula yang merasakan makin ke sini makin berkurang circle pertemanannya. Di sisi yang lain, di luar sana, ada temen-temen yang masih harus berjuang untuk kehidupannya.

Sungguh tak menyangka kehangatan obrolan yang ngalor ngidul ini bisa bertahan sejauh ini. Ucapan terima kasih harus saya sampaikan kepada duo kompatriot host bersama Reboan:

Farah Anshar (D3 Sipil) aka Bhek Farah dari Karah dan Agusta Androvani (Teknik Lingkungan) aka Otik aka Meymey Beku Gelato yang selalu live dari Melbourne. Juga buat Nikmatul Khusna Arthamin (Teknik Fisika) aka Anik Latjuba, Dhayoh Karet Loro yang selalu bisa diandalkan, Irwan Widiatmoko (Teknik Sipil) Dhayoh Karet Loro eps. 49. Keempat nama tadi belum pernah saya kenal sebelumnya zaman masih di kampus dulu. Farah, kenal pertama pas bukber ITS93 tahun 2023 di Resto Layar Surabaya. Otik kenal ya pas Reboan. Anik kenal pas bukber ITS93 tahun 2023 di Resto Al Jazirah Jakarta. Irwan ya baru kenal di Reboan.

Terima kasih juga buat Dhayoh Gak Karetan yang telah hadir di episode ke-50: Gunawan Martua aka Ucok (Teknik Mesin), Suci Madha Nia aka Ucik (Teknik Kimia), Toni Widiajaya aka Toni Metal (Teknik Perkapalan), Tri Handayani (Kimia MIPA), Sri Yani (Fisika MIPA), Umi (Teknik Lingkungan), Heny (PENS), Rosyid (Teknik Komputer), Hernoer (PENS), Eni Mutmainah (Fisika).

Terima kasih juga buat teman-teman yang pernah jadi Pemantik Obrolan di episode-episode terdahulu yang tidak bisa disebut satu demi satu. Demikian halnya terima kasih yang tak terkira buat teman-teman yang pernah hadir di Reboan Ngobrol Ngalor Ngidul Virtual ITS93 sejak awal yang juga tidak bisa disebut satu persatu. Tanpa kalian semua, Reboan takkan bisa bertahan sejauh ini. Semoga kesehatan dan kebahagiaan senantiasa berlimpah. Semoga pula pertemanan yang tulus akan terjalin hingga nanti.

Meski meh seket, wes seket, ataupun yang sudah seket punjul, tidak ada salahnya untuk terus berbahagia dan bermimpi. Kalau ingin berbagi mimpi dan harapan, kiranya sudilah menjadi Dhayoh Karet Loro maupun Dhayoh Gak Karetan di episode-episode Reboan mendatang.

Kami menunggu mertamunya teman-teman semua, di waktu dan link zoom yang sama.

[kkpp, 24.05.2024]

Tinggalkan komentar