Indonesiana

Menteri dan Kurikulum

Sejak kemerdekaan republik ini, tercatat sudah ada 26 orang (versi wikipedia, sementara versi situs resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya 19 orang, baca di sini) yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan -tentunya dengan varian nama jabatan dan tanggungjawabnya.

Awalnya bernama Menteri Pengajaran, kemudian berganti menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa Kabinet Hatta I, lantas sempat berubah menjadi Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Hanya berusia tujuh bulan, kembali lagi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Cukup lama bertahan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, perubahan nama baru terjadi di era Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 1999, yaitu menjadi Menteri Pendidikan Nasional. Setelah sempat digunakan beberapa kabinet, akhirnya kembali lagi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2009 hingga tulisan ini dibuat.

Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara

Siapa saja yang pernah menjabat? Menurut situs kementerian sebagaimana link di atas, berturut-turut adalah Ki Hadjar Dewantara, Dr. Mr. Todung Sutan Gunung Mulia, Mohammad Sjafei, Mr. Suwandi, Ali Sastroamidjojo, Teuku Mohammad Hasan, Sarmidi Mangunsarkoro, Letjen Dr. Teuku Sjarief Thayeb, Dr. Daoed Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr. Fuad Hasan, Prof. Dr.-Ing Wardiman Djojonegoro, Prof. Dr. Wiranto Arismunandar, Prof. Dr. Juwono Soedarsono, Dr. Yahya Muhaimin, Prof. Drs. A. Malik Fadjar, MSc., Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA., serta Prof. Dr. Mohammad Nuh, DEA.

Apa yang kita ingat dari beliau-beliau? Ehm, … ganti menteri ganti kurikulum?

***

Ada pertanyaan masa kecil saya yang sampai sekarang belum terjawab. Dulu pertanyaan itu saya tanyakan ke Bapak saya, kira-kira seperti ini: jika Ki Hadjar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pengajaran yang pertama, mengapa pada saat itu Tamansiswa tidak dinegerikan?

Apalagi sedemikian hormatnya Presiden Soekarno kepada Ki Hadjar Dewantara (KHD), gelar Pahlawan Nasional dianugerahkan kepada KHD hanya dalam kurun waktu tujuh bulan sejak KHD wafat. Belum lagi tanggal kelahiran KHD diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Semboyan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun menggunakan Tut Wuri Handayani, salah satu dari tiga konsep kepemimpinan yang diajarkan dan dianut KHD. Gelar Bapak Pendidikan Nasional pun tersemat ke KHD.

Tetapi mengapa Tamansiswa tidak dinegerikan?

Bapak menjawab singkat: Bung Karno pernah menawarkan (Tamansiswa menjadi sekolah negeri), tetapi KHD berulang kali menolak.

Mengapa KHD menolak Tamansiswa menjadi sekolah negeri? Mengapa KHD menolak menyeragamkan sekolah-sekolah yang ada saat itu menjadi berbentuk Tamansiswa? Padahal kuasa ada di tangan beliau?

Hingga kini, saya belum mendapatkan jawabannya.

***

Salah satu ajaran KHD yang saya ingat adalah tentang tripusat pendidikan. Bahwasanya, pendidikan anak tidak bisa dipisahkan dari pendidikan di keluarga, pendidikan di sekolah, serta pendidikan di masyarakat. Lebih lengkap sila baca di sini.

Jaman berubah maka kurikulum pun harus berubah, kata Pak Menteri. Demikian halnya masyarakat pun juga berubah.

Mengikuti tripusat pendidikan-nya KHD, jika keduanya berubah, masih ada satu hal yang bisa kita kendalikan: pendidikan di keluarga. Jangan malah ditinggalkan. Apalagi, pendidikan di keluarga-lah pusat pendidikan terpenting.

Bolehlah ganti menteri ganti kurikulum, tapi orangtua adalah menteri pendidikan sebenarnya bagi setiap anak.

[kkpp, 22.03.2013]

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s