Malam telah larut. Perempatan jalan itu biasanya masih membiarkan lampu lalu lintasnya berfungsi normal: merah – kuning – hijau, secara bergantian. Tentu saja dengan jeda waktu yang di-setting berbeda dengan kondisi siang hari. Maklum, perempatan jalan itu adalah perempatan yang tetap saja ramai meski telah berganti malam.
Tapi malam ini berbeda. Lampu lalu lintas tetap beroperasi sebagaimana malam-malam biasanya. Yang membedakan kali ini lebih sepi. Hujan sejak sore tadi tak kunjung reda. Sepi sangat.
Lampu merah menyala. Nyalanya tetap menembus hujan memberikan isyarat bagi pengendara untuk berhenti di perlintasam.
Seandainya Anda tengah berkendara, apa yang hendak Anda lakukan: (a) berhenti karena mematuhi aturan lampu lalu lintas meski terlihat seperti orang goblok (b) tengok kanan tengok kiri, seandainya sepi abaikan saja lampu merah, (c) peduli setan, gila saja yang mensetting lampu lintas di jam segini masih membiarkan lampu merah tak beristirahat.
***
Jaman saya sekolah dulu, ada salah satu metode yang biasanya digunakan pas catur-wulanan. Benar-Salah. Berbeda dengan model pilihan berganda, dimana kita diminta memilih satu saja pilihan yang benar, soal benar-salah hanya diminta menyatakan apakah pernyataan yang disebutkan termasuk kategori benar atau salah.
Menurut saya, model benar-salah menuntut kejelian mengapresiasi pernyataan yang menjadi soal. Gampang-gampang susah. Gampang, jika ada satu saja yang salah, maka jelaslah pilihannya adalah melingkari huruf ‘S’. Susahnya, jika kemudian pernyataan yang menjadi kalimat soal itu adalah kalimat yang mengandung banyak pernyataan, maka dibutuhkan sebuah kejelian mengamatinya.
Model benar-salah ini juga terlihat lebih mudah karena seandainya kita tidak memahami soal, upaya menebak punya kans lima puluh persen. Lebih besar dibandingkan dengan model soal pilihan berganda.
Kata pakar pendidikan, soal model seperti ini mensyaratkan kondisi rumusan yang tidak meragukan sehingga dapat dinyatakan 100% benar atau 100% salah. Jadi susah jika si pembuat soal menggunakan kata-kata ambigu dan penggunaan bahasa yang membingungkan.
***
Nah, kembali ke akhir bagian pertama di atas, apa yang menjadi pilihan Anda jika Anda kebetulan menemui kondisi di atas?
Apakah (a) berhenti karena mematuhi aturan lampu lalu lintas meski terlihat seperti orang goblok (b) tengok kanan tengok kiri, seandainya sepi abaikan saja lampu merah, (c) peduli setan, gila saja yang men-setting lampu lintas di jam segini masih membiarkan lampu merah tak beristirahat.
Hayooo, pilih yang mana?
Apapun yang menjadi pilihan Anda jika mengalami kondisi di atas, saya tak bermaksud hendak menghakimi apakah Anda pada posisi benar atau salah.
Kondisi kekinian, sudut dan cara pandang serta nilai-nilai sosial masyarakat yang kian kompleks, menyebabkan rumusan 100% benar dan 100% salah bukanlah kondisi yang mudah dijumpai. Banyak kondisi abu-abu kata orang. Grey area.
Contoh di atas hanyalah contoh kecil, dimana hal benar bisa terlihat salah dan hal salah bisa terlihat benar. Banyak contoh-contoh lain yang jika direnungkan juga mengandung hal yang serupa. Karenanya, ada sebuah doa yang sebaiknya tak kita tinggalkan:
Allahumma arinal-haqqa haqqan warzuqnat-tibaa’ah, wa arinal-baatila baatilan warzuqnaj-tinaabah. | Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar, dan anugerahi kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang salah itu salah, dan anugerahi kami kekuatan untuk menjauhinya.
Benar atau salah memang perkara gampang-gampang susah. Tinggal kita seberapa permisif atau seberapa teguh menyatakannya.
[kkpp, 18.03.2013]