Puisi

Mengingat Mati

Aku tak mengenalnya.

Hanya saja suara itu datang berkali-kali membisikkan aroma kematian. Suara yang datang saat lelap terjaga. Suara yang datang saat jaga terlelap. Lamat tapi terdengar amat jelas. Berulang terngiang, tak sekali dua.

Aku tak mengenalnya.

Perihal aroma kematian yang dibisikkan saat lelap terjaga. Perihal aroma kematian yang dibisikkan saat jaga terlelap. Perihal aroma kematian yang mana aku belum pernah mengalaminya, pun juga belum pernah menjagainya.

Lantas, bagaimana bisa aku menceritakan padamu dengan lamat tentang tiap lekuk kematian?

Sungguh. Aku tak mengenal aroma kematian sedekat ini meski (hanya) bisa membayangkannya datang sebagai sebuah kepastian. Kelak, entah kapan, entah bagaimananya, aku pasti mengenal kematian dari dekat. Jika saat itu tiba, ingatkan aku untuk menceritakannya padamu tentang bagaimana aku membaui aroma kematian melalui sorot mata terakhir harimau tua tewas karena tak lagi sigap menghindari peluru pemburu, atau bisa juga melalui sorot mata terakhir harimau tua menatap kosong pengunjung dari balik jeruji kebun binatang sambil mengingat masa-masa sebelum penangkapan.

Aku? Akankah mati tanpa belang?

[kkpp, 27.05.2013]

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s