Benjamin Franklin, founding father-nya Amerika Serikat, pernah menulis Advice to A Young Tradesman pada tahun 1748 (bisa baca di sini). Salah satu frase-nya kemudian jadi populer menembus ratusan tahun. Pernah dengar kan frase: ‘time is money‘…
Ya, frase Benjamin Franklin itu hanya salah satu dari banyak sekali ujar-ujar, kalimat mutiara, petuah bijak, slogan, dan sebangsanya yang terkait dengan waktu. Jika Anda adalah penggemar –ehm apa ya istilah yang lebih tepat– dari Mario Teguh dan motivator-motivator lainnya, pasti mengetahuinya.
Tentu juga Anda pernah mendengar, alon-alon waton kelakon, ungkapan dalam bahasa Jawa yang terjemahan bebasnya adalah ‘pelan-pelan asalkan terlaksana’. Sebuah ungkapan yang terkadang dipahami secara asal, seolah bertentangan dengan ‘time is money‘-nya Benjamin Franklin. Penjelasan yang tepat tentang ‘alon-alon waton kelakon’, kiranya sudah disampaikan oleh Pak Wiryanto Dewobroto (baca di sini) dan penulis (lha, si penulis tak menyebutkan namanya) blog Satu Sama (baca di sini).
Juga ada ungkapan lain dalam bahasa Jawa yang terkait waktu; aja nggege mangsa, yang terjemahan bebasnya adalah jangan mendahului waktu. Pembahasan tentang ini pernah ditulis di sini.
***
Suatu petang di Orchard Road. Sebuah jalan legendaris di Singapura bagi pelancong dari Indonesia. Saya kok merasa para pejalan kaki di sana terasa lebih cepat dari kita-kita. Suasana yang berbeda bila dibandingkan dengan suasana jalan Malioboro. Sebuah jalan legendaris di Yogyakarta bagi pelancong.
Di Orchard Road, berkali-kali, orang menyalip saya. Mereka mungkin tergesa, sementara saya hanya berjalan-jalan saja sambil melihat-lihat tanpa diburu waktu. Bisa jadi.
Tergesa, berarti ada sesuatu yang dituju sementara waktu terbatas. Dalam Islam, ada ajaran untuk bergegas dalam kebaikan karena rahasia usia yang tidak ada yang mengetahuinya. Kematian bisa datang kapan saja, tanpa kita tahu apakah kita sudah cukup berbuat kebaikan atau tidak.
Tetapi, kadang kita menjumpai ketergesaan yang konyol. Sesaat sebelum masuk pesawat misalnya. Ada saja yang merasa perlu berdesakan atau melanggar antrian. Padahal jika sudah berada di antrian saat panggilan masuk ke pesawat diumumkan, apakah bakal ditinggal di landasan jika masuknya pada antrian paling belakang? Begitu halnya sesaat pesawat mendarat dengan selamat di landasan, banyak yang kemudian bergegas berdiri, padahal pintu keluar pesawat saja belum dibuka. Buat apa juga bergegas keluar, jika ternyata masih harus menunggu bagasi.
Tak hanya di pesawat, kekonyolan juga sering kita jumpai di lalu lintas. Coba saja amati jika Anda terbiasa melewati jalan tol. Buat apa coba saling salip, dari kiri, dari kanan –malah kalau bisa menyalip dari atas–, eh ternyata pas sampai di gerbang tol ternyata sang penyalip ugal-ugalan tadi juga terjebak di antrian buat bayar tol.
Sedemikian berharganyakah waktu kita? Berapa sih selisih waktu yang ditempuh, antara berhenti di belakang garis saat lampu merah dengan berhenti di depan garis dengan pongah di atas zebra cross?
***
Tak ada yang memungkiri, bahwasanya kita dikaruniai nominal waktu yang sama. Mau diapakan 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, 52 minggu dalam setahun, sepenuhnya adalah kebebasan setiap insan merdeka.
Seiring kesibukan kita, kadang nominal waktu itu tak terasa cukup. Hak jasmani untuk istirahat pun kadang sudah tak terpenuhi sebagaimana mestinya. Kita seolah berpacu untuk menyelesaikan segala sesuatu dalam waktu yang terbatas.
Ada yang bijak menyikapinya, ada juga yang cerdas mensiasatinya.
Bergegas untuk kebaikan memang perlu. Tetapi ketergesaan biasanya berteman dengan kecerobohan. Boleh sih buru-buru, selama itu sedang … eh, maaf, kebelet.
[kkpp, 10.01.2013]
Keping terkait:
Tulisannya Inspiratif bang 🙂
“Bergegas untuk kebaikan memang perlu. Tetapi ketergesaan biasanya berteman dengan kecerobohan. Boleh sih buru-buru, selama itu sedang … eh, maaf, kebelet.”
suka kalimat closingnya 🙂
SukaSuka