Hidup memang perpaduan antara duka dan suka. Seandainya bisa memilih, pasti memilih yang kedua bukan?
Tapi sayangnya kedukaan itu bukan sebuah pilihan. Ia bisa datang tiba-tiba, tak dinyana-nyana, dan kapan saja. Seperti akhir pekan ini. Duka bertumpuk di saat yang sama.
(i)
Duka yang pertama datang dari Ikatan Alumni ITS (IKA ITS). Yang ini sih lebih tepatnya sih menyesalkan. Saya paham, mereka-mereka yang ada di kepengurusan, adalah mereka-mereka yang sudi meluangkan waktu, meluangkan tenaga, meluangkan pikiran bahkan dana dari kantong pribadinya demi kepentingan yang lebih besar lagi. Angkat topi dan acung jempol buat mereka. Tapi bukan berarti kemudian mereka (boleh) menafikkan kawan-kawan lain yang belum sempat aktif.
Bagaimanapun, sebagai organisasi pasif -pasif dalam artian keanggotaan melekat dengan sendirinya kepada siapapun yang diwisuda oleh almamater ITS, berbeda dengan organisasi aktif yang menuntut seseorang untuk secara sadar mengikuti prosedur keanggotaan- mestinya ada upaya untuk mengaktivasi kepasifan itu. Salah satunya adalah dengan mekanisme one man one vote (OMOV) yang diperjuangkan oleh kawan-kawan sejak Kongres IKA ITS tahun 2007 di Surabaya. Dengan OMOV, diharapkan bahwa anggota lah pemilik sesungguhnya dari organisasi. Para alumni ITS lah pemilik organisasi IKA ITS.
Saya termasuk salah satu yang menyesalkan bahwa OMOV yang diselenggarakan kali ini hanyalah sebuah lip service. Ada kesan terburu-buru di satu sisi, dan ada kesan tak bersungguh-sungguh di sisi yang lain. Di sebuah grup whatsapp saya bilang: gak masuk akal, kampus teknologi tapi pemilihan ketua alumni nya pakai manual …
Dan nyatanya kemudian hanya 806 alumni yang datang ke TPS dari 95 ribu alumni ITS (jumlah versi Presidium IKA ITS hasil bentukan Kongres IKA ITS 2015).
Saya sedih. Saya berduka. Saya menyesali diri sendiri bahwasanya saya sudah suudzon dengan menduga bahwa ada hidden agenda di pemilihan Ketua IKA ITS kali ini. Maaf.
(ii)
Duka yang kedua datang dari kabar meninggalnya dulur aremania saat dalam perjalanan hendak menonton sepak bola. Disergap dan dikeroyok di pagi buta bukanlah jalan kematian yang kita inginkan bukan?
Bayangkan, dalam perjalanan wisata misalnya, saat kita berhenti untuk istirahat dan sholat subuh, tiba-tiba kita disergap sekelompok orang, dan kita tetap dihajar meskipun sudah menawarkan perdamaian …
Dan itu yang terjadi.
Geram. Mengapa kejadian ini terjadi dan terjadi lagi.
Mau menyalahkan siapa? Aparat yang tak siaga? Sekelompok orang yang mewarisi dendam tak berkesudahan?
Alfatihah buat Sam Eko dan Pak Slamet. Semoga khusnul khotimah … (berita lengkap sila baca di sini)
(iii)
Jika ditanya apa cita-cita di masa kecil, pilot pesawat tempur adalah salah satunya. Masih inget dulu kirim gambar pesawat tempur ke pak Tino Sidin. Masih inget jaman kecil dulu ikut ke Lanud Abdulrahman Saleh dan melihat OV-10 dari dekat. Ngerasanya jadi pilot pesawat tempur itu keren banget. Sering takjub melihat manuver akrobatik para pilot pesawat terbang.
Karena itu, berita tentang gugurnya pilot pesawat tempur siang itu menambahkan kedukaan saya. Seorang kawan mengabarkan via grup whatsapp bahwasanya ia untuk pertama kalinya menjadi saksi bagaimana rasanya melihat pesawat jatuh. Tepatnya, kawan itu sedang di lounge Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, menyaksikan pesawat bermanuver, dan ternyata berakhir dengan insiden jatuhnya pesawat tersebut.
Langsung terbayang seandainya pilot tak sempat keluar dari pesawat pakai kursi lontarnya …
Dan benar saja, berita-berita yang datang kemudian datang sebagai kabar duka. Kedua pilot dari TNI AU gugur dalam insiden itu manakala pesawat T50i Golden Eagle menghempas bumi.
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun.
(iv)
Saat tengah mengikuti pembahasan di grup tentang pesawat TNI AU yang jatuh di Yogya, tiba-tiba ada telpon dari nomor yang tidak saya kenal (saya baru saja mem-factory-reset-kan android saya dan belum sempat meng-update contact book) datang dengan kabar yang lebih mengagetkan. Seorang kawan menyampaikan: putra bungsu dari Bang Kandar -kawan, serta senior dan mentor dalam dunia bridge- meninggal dunia karena terjatuh dari ketinggian sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya siang ini (20/12).
Sedih dan tak bisa membayangkan bagaimana. Cerita detailnya belum terbayang, sementara saya masih di Malang. Untuk kembali ke Surabaya pun masih harus melintasi jalur kemacetan sebagaimana setiap hari Minggu sore.
Duka teramat dalam.
Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan ikhlas dan iman. Alfatihah.
(v)
Ternyata kesedihan dan kedukaan di akhir pekan ini masih belum berakhir. Selain kedukaan yang sudah disampaikan di atas, masih ada kesedihan lain yang tak bisa diungkapkan di blog ini.
Pun juga, Liverpool FC yang diharapkan jadi hadiah penghibur kedukaan di akhir pekan ini malah menambah dengan kesedihan karena dihajar dan diporakporandakan Watford dengan Ighalo-nya. Kocar kacir. Korat karit. Tiga gol tanpa balas. Kekalahan terbesar Klopp. Kemasukan tujuh gol di tiga pertandingan terakhir.
Ah sudahlah.
Semoga ada hikmah dari pekan penuh duka ini.
[kkpp, 21.12.2015]