Antara Rowobendo dan Pancur, dua resort di area Taman Nasional Alas Purwo dimana masing-masing terdapat pos penjagaan (baca di sini dan sini), sebenarnya hanya terpisah lima kilometer saja. Tetapi di perjalanan kami banyak mampirnya. Walhasil jarak yang tak seberapa itu kami tempuh lebih dari dua jam.
Pura Giri Saloka, adalah salah satu spot antara Rowobendo dan Pancur. Umumnya menjadi tujuan dari peziarah religius umat Hindu. Beberapa mobil ber-plat mobil ‘DK’ tampak beriringan bersama kami siang itu (20/10).
Indahnya pemandangan alam berpadu dengan keindahan sosial, manakala mobil four wheel drive penuh dengan pecalang sengaja berhenti, memisahkan diri dari rombongan hanya untuk menolong kendaraan lainnya yang tengah kesusahan karena ban bocor.
Tiba-tiba teringat, beberapa saat sebelumnya, saat kami menghentikan kendaraan untuk mengambil beberapa sudut foto, seorang ibu-ibu pencari kayu menanyai kami sepenuh ketulusan, “Bocor mas? Saya panggilkan bantuan ya…”
Glek. Terharu. Sungguh kami tak menyangka sambil membayangkan seandainya benar kejadian, kepada siapa kami hendak meminta pertolongan di tengah hutan seperti ini.
***
Tak jauh dari Puri Giri Saloka, terdapat Situs Kawitan. Kami hanya menduga-duga saja tentang keberadaan situs ini, karena tak ada seorangpun di sana yang bisa ditanyai. Kalau berdasar kisah yang ada di sebuah laman (baca di sini), bisa jadi situs ini mengkorelasikan keberadaan umat Hindu Banyuwangi dengan umat Hindu Majapahit, akhir abad ke-14.
Selain mampir di Situs Kawitan, ada beberapa spot lagi yang bisa dikunjungi pada ruas Rowobendo dan Pancur, yaitu: Sadengan, Trianggulasi, Ngagelan dan Bedul. Tetapi tidak semua sejalan ke arah Pancur. Karena keterbatasan waktu, maka kami hanya memutuskan hanya ke spot yang sejalan ke arah Pancur.
Jadilah kami ke Pantai Trianggulasi.
Amazing! Pantai berpasir putih dengan lautan biru. Sejauh mata memandang, hanya ada manusia yang bisa dihitung jari sebelah tangan saja. Teman seperjalanan saya, jingkrak-jingkrak tak karuan melompat keluar dari mobil yang belum sempurna di parkiran. Ajaibnya lagi, ada toiletnya lho. Meski dengan kondisi yang tak seberapa terawat, tapi ada air bersihnya.
Tak jauh dari pantai, ada sebuah pesangrahan. Sepertinya ada pengurus dan tampak serombongan mahasiswa yang tengah menginap di sana. Jika menilik dari kejauhan, tampaknya mereka sedang asyik melakukan penelitian. Sementara di parkiran, sebuah minibus terparkir entah untuk berapa lama. Sepertinya bakal menyenangkan tinggal di pesanggrahan itu beramai-ramai. Berteman suara debur ombak dan sesekali suara binatang hutan.
Sebelum meninggalkan pantai bertapal batas 324 kilometer dari Surabaya untuk menuju Pancur, saya mendapatkan bonus, berkesempatan mengabadikan seekor Merak betina (Pavo muticus) di habitatnya. Bukan di kebun binatang.
Tak cukup kehadiran Sang Merak yang layaknya burung pesolek, pandai berpose di depan kamera, bonus belum berakhir siang itu. Kami berkesempatan juga mengabadikan monyet (Macaca fascicularis) dan lutung budeng (Trachypithecus auratus) tak jauh dari mobil kami.

Lutung Budeng (Trachypithecus auratus). Terancam punah. Populasinya tersebar di Jawa, Bali dan Lombok
Sayang, kami harus segera berlalu. Kami terbatas waktu.
[bersambung ~ kkpp, 03.01.2012]
Ping-balik: 12 Foto Tahun 2012 Favorit Saya | Kepingan Kakap Paling Pojok