Bisnis, Indonesiana, Lawan Korupsi, Marketing

Perantara

Pernahkah menjumpai iklan yang kira-kira bunyinya seperti ini: “Dijual Tanpa Perantara”? Tak asing bukan? Baik di media iklan baris ataupun juga tertempel langsung di pagar rumah yang hendak dijual.

Mengapa ada iklan semacam itu? Rasanya sih karena alasan si pemilik barang tidak berkeinginan berhubungan dengan si perantara. Ada dua hal biasanya: satu, lebih ribet urusannya, serta alasan kedua, si pemilik barang tidak berkeinginan untuk mengakomodasi biaya si perantara baik dengan cara menaikkan harga barang yang menyebabkan harga tidak kompetitif ataupun juga dengan cara mengurangi keuntungan si pemilik.

Wajarkah pemikiran si pemilik barang sebagaimana di atas? Jika wajar, berarti apakah salah keberadaan si perantara?

Tidak juga. Karena salah satu fungsi perantara adalah meluaskan lingkup calon pembeli, yang artinya si pemilik barang lebih memungkinkan untuk menemukan lebih banyak calon pembeli dibandingkan tanpa perantara. Praktek yang lazim ditemui.

Di kemajuan era informasi saat ini, fungsi perantara bisa digantikan oleh iklan. Karenanya si pemilik barang merasa pede ketika memasang iklan dengan menyisipkan kalimat “dijual tanpa perantara”. Akan tetapi praktek-praktek perantara konvensional masih kita jumpai. Yaitu: calo, makelar, tengkulak, agen, ataupun juga distributor.

***

Apa yang membedakan saat PT Kereta Api Indonesia (KAI) menjual tiketnya langsung melalui loket dibandingkan dengan melalui Indomaret? KAI ingin lebih luas menjangkau calon pembelinya dengan menggandeng Indomaret yang outlet-nya tersebar dimana-mana. Sehingga calon pembeli pun dengan mudah mengakses pembelian tiket. Lantas, apakah bedanya dengan hanya buka di loket?

Memang kelihatannya sama saja. Toh hasil akhirnya adalah seluruh tiket terjual. Tetapi yang membedakan adalah KAI dapat melayani calon pembelinya dengan lebih baik jika menggunakan perantara Indomaret. Calon pembeli tak perlu antri. Harga bisa terkontrol meski harus menyisihkan sebagian keuntungan sebagai komisi Indomaret. Bayangkan jika harus beli di loket. Calon pembeli sudah was-was mengantri dan malah mengambil jalan pintas dengan membeli melalui jasa calo. Harga yang ditawarkan calo, KAI tidak bisa mengintervensi.

Dari contoh di atas, meski calo dan Indomaret sama-sama sebagai perantara, tetapi ada bedanya. Indomaret dalam hal ini bertindak sebagai agen. Yaitu pihak yang bertindak untuk dan atas nama pemilik barang, dalam hal ini barangnya adalah tiket kereta api. Karenanya Indomaret tidak berhak mengubah harga tiket tanpa persetujuan KAI. Sementara calo, dia membeli tiket sebagaimana harga yang ditetapkan KAI, tetapi menjualnya sebagaimana pasar menghendaki. Semakin banyak yang mencari, ya semakin mahal harga yang ditetapkannya.

Mirip-mirip dengan calo adalah tengkulak. Bedanya, dia membeli ke pemilik barang (biasanya komoditi pangan) dengan semurah-murahnya, kemudian menjualnya sebagaimana harga pasar. Malah dengan kemampuannya mengendalikan pasar, dengan cara menimbun misalnya, keuntungan yang didapatkan tengkulak jauh berlipat-lipat dibandingan dengan si pemilik barang: petani dan nelayan.

Bagaimana dengan makelar? Kalau yang ini istilahnya dalam bahasa Jawa adalah dodol abab. Jual omongan. Palu gada. Apa-apa yang lu cari gue ada. Barang yang diperdagangkan dia tidak punya tetapi kekuatannya adalah pada jaringan calon pembeli dan jaringan pemilik barang. Karena harus memelihara jaringan, biasanya makelar menetapkan besaran persentase sebagai komisi. Tidak harus banyak, karena takut kehilangan jaringan.

Tetapi makelar yang bahaya adalah makelar anggaran. Yang dijual adalah persetujuan anggaran, yang notabene memakan uang rakyat. Contohnya adalah Nazaruddin cs. (baca di sini).

Salahkah kemudian perantara? Sekali lagi tidak bisa di-gebyah uyah. Tidak bisa disamaratakan. Agen dan distributor, misalnya, keduanya adalah legal karena terikat oleh perundang-undangan. Bahkan jika dikelola dengan benar, menjadi perantara itu bisa mensejahterakan tanpa mendzalimi orang lain. Mau bukti? Tuh, lihat Singapura. Negara tetangga itu adalah negara kaya karena merupakan negara perantara. Mereka jago mengimpor maupun mengekspor. Bahkan pelabuhannya adalah pelabuhan paling sibuk nomer lima sedunia.

Bagaimana bisa? Karena Singapura adalah perantara yang terpercaya.

[kkpp, 26.09.2012]

Standar

2 respons untuk ‘Perantara

  1. sepakat… 😀 btw kalau perantara resmi seperti Indomaret ataupun bentuk CV lainnya yang menjadi agen. Sudah jelas berapa presentasenya, dan menarik juga ya. tetep wae iso urip… semoga calo tiket KAI berubah jadi calo Antri.. atau jasa ngantri aja.. hehe..

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s