Indonesiana, Politik, Social Media

Pilpres Sudah Usai

Jauh hari sebelum diumumkan oleh Komite Pemilihan Umum pada Selasa dini hari (21/5) yang lalu, pun jauh sebelum masa kampanye dimulai, tepatnya sesaat sejak kontestasi dimulai ketika KPU menetapkan Joko Widodo dan Prabowo Subianto adalah Calon Presiden Republik Indonesia 2019-2024, bagi saya pilpres sudah selesai.

Awalnya saya merasa begitu.

Dengan hanya dua kandidat calon presiden yang sama, bedanya kali ini Jokowi dan Prabowo mengusung masing-masing calon wakil presiden yang berbeda dari pilpres sebelumnya, mestinya sikap saya ya sama dengan sikap tahun 2014 (bisa baca di sini). Sering terbersit bahwa kontestasi pilihan presiden ini sebenarnya mirip dengan situasi ketika kita masuk ke sebuah toko. Kita hanya bisa memilih apa yang tersedia. Mungkin ada keinginan untuk mencari yang sempurna, tapi sayangnya tak tersedia, sementara waktu pun terbatas karena toko punya jam buka. Sementara toko sebelah baru tersedia lima tahun berikutnya. Jadilah kita tak bisa menunggu hingga dapat beneran barang yang sempurna. Sementara itu pemilik toko mempunyai kriteria terbatas apa saja yang bisa dijajakan sesuai dengan amanat Undang-undang no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang kali ini cuma menyediakan dua pilihan: Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Jokowi sendiri bukanlah sosok yang sempurna. Puaskah saya sebagai pemilih dan relawan aktif di tahun 2014 atas kinerja pilihan saya itu? Secara umum sih iya. Banyak menteri yang moncer dan berkinerja baik. Tapi ada beberapa kekurangan yang mencolok terlihat selama masa jabatannya sejak 2014. Sebagai seorang non-militer, juga bukan dari dinasti keluarga berpengaruh di dunia perpolitikan tanah air dan bukan pula ketua umum partai ataupun ormas yang punya basis massa, bisa dipahami jika Jokowi harus menjadi conductor dari dukungan-dukungan politik yang ia dapatkan. Untuk menjaga harmoni itu, Jokowi harus berhati-hati agar tidak salah menapak dan karenanya ada beberapa hal yang menjadi tidak tercover. Hukum dan hak asasi manusia misalnya membuat Jokowi tampak keteteran. Tetapi kekurangan-kekurangan itu menjadi tak berarti jika pilihan pembanding yang tersedia hanyalah Prabowo Subianto, bekas menantu Soeharto.

Pada perhelatan Pilpres 2019 ini mestinya lebih menguntungkan Jokowi. Ibarat main bulutangkis, Jokowi menang angin. Ia petahana. Dengan program-programnya yang terlihat dan dirasakan oleh rakyat dan juga kali ini didukung oleh lebih banyak partai politik, mestinya Jokowi bakal menang mudah. Jika sebelumnya Jokowi diusung oleh PDIP, PKB, Nasdem, Hanura serta didukung PKPI (208 kursi DPR dari total 560), kali ini Jokowi diusung oleh partai-partai yang sama ditambah dengan Golkar dan PPP serta PBB, PSI dan Perindo. Secara hitungan kasar, jumlah kursi DPR yang mendukung kali ini naik 130 kursi menjadi 338 dari total 560. Berbalik arah.

Dengan mengasumsikan semua partai beneran mendukung, mestinya gampang saja buat Jokowi yang kali ini berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin setelah menimbang beberapa alternatif pasangan, rasanya tim kampanye Jokowi tak perlu bantuan dari para relawan. Tapi nyatanya suasana di lapangan berbeda. Partai pendukung Prabowo boleh lebih sedikit, tapi mereka lebih militan dan lebih ngawur. Semua cara dipakai. Isu apa saja ditiupkan. Media apa saja digunakan. Bahkan isu-isu jahat itu menyusup bergerilya dari satu whatsapp group ke whatsapp group yang lain. Jika dulu ada adagium bagi kita untuk mengkhawatirkan pergaulan anak-anak kita yang beranjak dewasa, kini ada beberapa di antara kita yang mulai mengkhawatirkan whatsapp group apa saja yang diikuti oleh orang tua-orang tua kita.

Puisi yang saya kutip lima tahun lalu (bisa baca di sini) masih relevan dan makin menjadi. Saya yang semula berharap bahwa pemilu adalah pesta demokrasi, malah jadi khawatir. Perubahan teknologi informasi yang semakin memasyarakat rupanya tak berbanding lurus dengan kemampuan memilah dan memilih informasi. Preferensi kebiasaan-kebiasaan di media sosial pun malah ikutan menyuburkan kerusakan. Misalkan nih, pilihan kita atas sebuah video di youtube, akan berbuah rekomendasi-rekomendasi video sejenis. Niat dari developernya yang awalnya adalah untuk memudahkan pengguna, misal video musik tertentu akan mendapati video musik sejenis, tetapi jadinya malah membuat mereka yang keracunan hoaks, ujaran kebencian serta tuduhan palsu semakin dalam keracunan karena mendapatkan asupan-asupan informasi yang sejenis.

Tak ada yang bisa diperbuat, selain membuat content untuk menjernihkan. Beruntunglah masih banyak yang care, masih banyak yang bersedia bahu membahu memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi di negeri ini baik melalui sosial media maupun interaksi langsung dengan sekitar. Sebisanya semampunya. Prof. Nadirsyah Hosen misalnya jelas-jelas memilih untuk terjun langsung ke sosial media meski mendapati resiko mendapati perlawanan dari mereka-mereka yang tak setuju. Kadang agak miris, seorang profesor yang bertahun-tahun mempelajari ilmu dan bidangnya disergah oleh mereka-mereka yang baru belajar melalui internet bahkan dengan kata-kata yang kasar.

Saya yang berharap hingar bingar ini bakal selesai setelah tanggal 17 April 2019, ternyata salah besar. Bukan malah surut, hingar bingar ini malah teramplifikasi sedemikian rupa. Bahkan usai penetapan oleh KPU pun, sebelum tanggal 22 Mei 2019 sesuai mandat undang-undang, rupanya kegaduhan malah makin gak karuan. Hari ini (22/5), media sosial (whatsapp, facebook, instagram) dikurangi porsinya oleh pemerintah untuk meredam sebaran berita. Besok apa lagi yang terjadi? Entahlah.

Apapun bagi saya, sebagaimana di awal tulisan ini, pilpres 2019 sudah usai. Hari ini komplet sudah KPU dengan segenap jajarannya sudah menunaikan tugasnya sebaik-baiknya. Tak sempurna tapi masih memenuhi kaidah diterima hasilnya. Kali ini Jokowi menang dengan selisih yang signifikan. 55.50% (85.607.362) naik dari 53.15% (70.997.833 pemilih). Final? Belum. Masih ada jalur lain bagi para pihak untuk bersengketa menggunakan jalur Mahkamah Konstitusi. Tetapi dengan kebiasaan mereka selama ini, rasanya apa yang mereka sengketakan hanyalah tuduhan palsu tak berdasar. Andai mereka benar dan punya bukti-bukti yang kuat, buat apa mereka mendesain kehingar-bingaran yang berdarah-darah ini?

Selamat bekerja, Presiden! Semoga Allah SWT melimpahkan kemudahan, rahmat dan lindunganNya untuk menjadikan negeri ini makin maju jiwa raganya, sehat sentosa rakyatnya.

[kkpp, 22.05.2019]

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s