Indonesiana, Liverpool, Politik, Sepakbola

Curang

Dalam beberapa jam ke depan (1/6), ratusan ribu pendukung Liverpool FC memenuhi Madrid dan jutaan lainnya bersiap menonton Liverpool FC yang hendak bertanding di laga final UEFA Champions League (UCL) melawan sesama tim Inggris. Apa jadinya jika jauh sebelum pertandingan itu dimulai sudah diserukan bahwa Liverpool akan bermain curang?

Hanya sebuah pengandaian, karena sejatinya kini tak ada lagi (baca: semakin jarang terdengar) tuduhan curang itu di ajang-ajang olahraga. Dulu mungkin iya, tetapi aturan-aturan pertandingan terus diperbaiki sedemikian sehingga para stakeholder: pemain, pelatih, managerial, sponsor, penonton dan pihak-pihak yang terkait dengan pertandingan itu akan melihat bahwa pertandingan berlangsung dengan fair.

Wasit, merupakan salah satu faktor utama bagaimana pertandingan akan berlangsung dengan fair. Ia harus mempunyai kualifikasi tertentu. Ia harus memenuhi syarat-syarat yang dipersyaratkan sehingga pada saat berlangsungnya pertandingan, ia cukup kuat menerima beban mental pertandingan. Ia akan disorot oleh semua stakeholder. Seiring waktu, wasit tak lagi bertumpu pada dirinya sendiri. Ia dibantu perangkat pengadil lainnya. Ada hakim garis di sepakbola. Ada hakim service di bulutangkis. Begitupun di cabang-cabang olahraga lainnya.

Kini peran teknologi pun turut membantu sang wasit. Di sepakbola ada virtual assistant referee (VAR) dan goal line technology system. Dengan tambahan teknologi tersebut (meski ada beberapa stakeholder yang tak menyepakati penggunaan teknologi tersebut karena jadinya wasit seperti robot) wasit akan lebih cermat memutuskan sebuah kejadian.

Takdir dipisahkan beberapa milimeter. Liverpool FC vs Manchester City (Liga Inggris 2018/2019).

Tak hanya di sepakbola, di tenis dan bulu tangkis pun penggunaan teknologi hawk-eye untuk menyatakan apakah bola masuk atau keluar juga dipergunakan. Pemain yang tak puas atas keputusan wasit dan atau hakim garis, bisa memanfaatkan hawk-eye untuk challenge atas keputusan tersebut.

Dengan sejumlah aturan-aturan pertandingan yang disepakati bersama, ditambah dengan pengadil di pertandingan yang memenuhi persyaratan yang disyaratkan, serta alat bantu teknologi, olahraga kemudian mengajarkan apa itu sportivitas dan serta merta dengan otomatis meminggirkan kecurangan menjadi tindak yang tak patut.

Jadi, apa saja yang dimaksud sebagai kecurangan dalam olahraga? Apakah pelanggaran atas aturan bisa dianggap sebagai kecurangan? Tackling, handsball, offside serta diving, adalah bentuk-bentuk pelanggaran dalam sepakbola. Tetapi, apakah ketiganya adalah kecurangan? Tentu tidak, karena ada mekanisme hukuman atas pelanggaran-pelanggaran tersebut. Wasit bisa memberikan hukuman yang bisa jadi akan mengubah jalannya pertandingan berupa tendangan bebas, tendangan penalti atau bisa berupa kartu kuning serta bisa pula kartu merah.

Menjadi curang apabila pelanggaran-pelanggaran itu dilakukan secara terencana oleh sebuah tim dengan bersekutu dengan sang pengadil. Curang jika satu tim berduabelas bukan lagi kesebelasan. Curang jika pemain menggunakan doping. Curang jika menyuap wasit untuk mengatur skor.

Bagaimana jika wasit salah? Apakah termasuk sebagai kecurangan? Rasanya tidak selama kesalahannya tersebut bukanlah kesengajaan. Bagaimanapun wasit adalah manusia yang tak sempurna. Ali bin Nasser akan diingat oleh penonton sepakbola dunia atas ketidakjeliannya melihat tangan Maradona turut andil pada gol Argentina melawan Inggris di Piala Dunia. Demikian halnya dengan Felix Brych yang mengesahkan gol atas sundulan Stefan Kiessling di liga Jerman yang mestinya jatuh di sisi luar gawang tetapi masuk ke gawang lewat samping jala gawang yang rusak.

Kedua kejadian tersebut tak membuat masyarakat sepakbola memutuskan sebagai kecurangan. Memang iya, kredibilitas wasit jelas merosot drastis atas kejadian tersebut, tetapi mereka tak menanggung vonis sebagai wasit yang curang selama mereka tak terbukti menerima keuntungan materi atas kejadian itu.

Sepakbola dan juga olahraga pada umumnya mengajarkan sportivitas. Sepahit apapun hasilnya, selama berlangsung atas aturan-aturan yang dihormati bersama tak akan mendelegitimasi sepakbola dan olahraga itu sendiri. Kasus boikot atas keputusan wasit, mungkin hanya ditemui di negara kita. Karena di luaran sana, kekecewaan atas kinerja wasit saja berbuah dengan hukuman dari institusi pemangku kepentingan. Coba tanya Mourinho yang berkali kena sanksi. Juga coba lihat apa yang didapat jika pemain/pelatih memprotes berlebihan atas keputusan di lapangan bisa kena kartu kuning dan malah kartu merah. Apalagi berteriak “curang dan curang” sebelum pertandingan adalah praktik tak etis dan terlarang.

Kapan hari saya dapat pernyataan, bahwa Liverpool dianggap mencurangi Barcelona di semifinal atas gol Divock Origi menyambut tendangan bebas dari Trent Alexander Arnold. Saya bertanya balik, dimana curangnya. Ia berusaha menjelaskan tetapi dari penjelasannya saya menyadari bahwa rupanya ia malah tak paham aturan-aturan sepakbola. Tak ada tuh di luaran sana yang memprotes gol Origi tersebut dengan alasan yang ia sebutkan. Tapi kok ya ada di sini yang berteriak bahwa itu adalah kecurangan.

Saya tertawa dan sekaligus miris. Saya jadi teringat kejadian belakangan di tanah air. Tuduhan curang atas pelaksanaan pemilihan umum 2019 begitu sering terdengar. Tetapi jika tuduhan itu ditanyakan kembali, di mana curangnya, rupanya ya hampir sama dengan sang kawan yang memprotes gol keempat Liverpool ke gawang Barcelona tadi. Mereka berteriak curang tanpa tahu aturan-aturan yang mengikat pelaksanaan pemilu. Bahayanya, yang tak mengerti aturan akan mengiyakan saja tuduhan curang semata karena hasilnya tak seperti yang diinginkan. Akibatnya, ya seperti sepakbola tanah air yang tak terima tim kesayangannya kalah di kandang. Rusuh.

[kkpp, 01.06.2019]

Note: tentang kecurangan pemilu 2019, bisa dibaca esai dari Dr. Abdul Gaffar Karim di sini

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s