Indonesiana, Social Media

Meme

Saya harus berterima kasih kepada kawan Hendri Prakosa. Sore tadi (15/5) di antara riuhnya pembahasan di grup whatsapp, sebuah meme terasa menyegarkan.

Hahaha, segera saja meme itu menyebar ke lima grup whatsapp dan satu group telegram yang lain. Gakpapalah, seperti kata Abu Nawas, cara terbaik jika jadi bahan tertawaan, ya ikut tertawa terbahak. Apalagi, hahaha.

Selain itu, karena meme itu, saya malah menemukan angle untuk memulai draft postingan yang lama mengendap di folder draft. Suwun yo, Ndrik …

***

Begitulah, meme sudah kita akrabi di media sosial ini. Meme saat ini dipahami sebagai gambar, foto, cuplikan acara televisi, video atau film yang dimodifikasi sedemikian rupa ditambahkan dengan kata-kata dengan berbagai tujuan. Dari lucu-lucuan hingga serius urusan politik yang bisa membuat para anggota grup chatting bersitegang hingga salah satu yang bersitegang left group.

Istilah meme sendiri, dimunculkan oleh Richard Dawkins dalam definisi yang cukup sulit dipahami. Untuk memudahkan, kata kunci yang terkait dengan meme adalah menular, gagasan atau ide, cara kreatif berkomunikasi, serta media sosial.

Draft postingan tentang meme ini sendiri terkait dengan almamater ITS yang direpotkan oleh meme tentang HTI. Kira-kira pemunculan meme tersebut hampir bersamaan dengan vonis PTUN atas gugatan ormas yang dibubarkan pemerintah via SK Menteri Hukum dan HAM yang mencabut status badan hukumnya. Meme yang beredar memuat foto dan kutipan dari satu dekan dan dua dosen dari ITS.

Sebagaimana meme yang lain, meme itu beredar dari satu grup chatting ke grup chatting yang lain. Seperti virus menyusup di berbagai platform media sosial.

Banyak yang kaget, banyak yang bereaksi. Bukan hanya pejabat rektorat dan kementerian, tetapi juga para stakeholder almamater ITS. Banyak kawan alumni mempertanyakan, sebagai kampus perjuangan, sebagaimana diemban pada nama institusi institut dan juga diamanatkan dalam salah satu syair di Hymne ITS, tak semesti insan-insan di kampus mengkhianati nama dan syair di hymne tersebut. ITS (mestinya) adalah kampus yang berpihak kepada keindonesiaan, bukan malah sebaliknya.

 

Almamaterku yang kucinta
Ibu yang luhur ITS
Tetap membara semangatmu
Cita-citamu tak kendur

Sepuluh Nopember Empat Lima
Mendorong menjiwaimu
Melangkah ke arah tujuan
Dengan tekad mu yang teguh

Membina bangsa atas dasar Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Empat Lima
Landasan juangmu

Almamaterku yang kucinta
Ibu yang luhur ITS
Amatlah kokoh gemblenganmu
Membina putra-putrimu

Menuntut teknologi yang canggih
Berbudi agung dan cerdas
Menuju kesejahteraan
Bangsa dan umat manusia
Almamaterku kan kuturut bimbinganmu
jadi pejuang yang tak kan kenal letih
membangun negeri

Hidup ITS, hidup ITS
Almamaterku Jaya

~ Hymne ITS

***

Saya juga kaget atas meme yang merepotkan almamater itu. Salah satu penyebab kekagetannya adalah salah satu nama dari ketiga meme itu adalah Prof. Daniel M Rosyid. Beliau adalah dekan fakultas kami. Beberapa waktu yang lalu kami sering berkontak saat penyelenggaran FGD Maritim IKA FTK yang diselenggarakan di Gedung Kemenperin Jakarta. Dulu di masa mahasiswa meski saya tidak pernah mendapatkan kuliah beliau karena beda jurusan, salah satu episode yang saya ingat, bahkan saya tuliskan di salah satu keping A hingga keping Z, adalah episode saat beliau naik mimbar Jumat di Masjid Manarul Ilmi ITS dengan masih menggunakan dasi. Penggunaan dasi ini bagi sebagian jamaah mungkin dipersoalkan. Mungkin karena dogma bahwa pakaian yang menyerupai suatu kaum maka jadilah bagian dari kaum itu. Tetapi beliau cukup moderat dan tak mempermasalahkan soal dasi sepele itu.

Zaman mungkin berubah. Yang moderat bisa bergeser ke pendulum kiri atau sebaliknya ke kanan. Begitu halnya yang di kiri bisa ke tengah pun ke kanan, yang di kanan pun bisa begitu.

Segera saya cross check dengan beberapa kawan. Bukankah kita harus adil sejak dalam pikiran? Meme bisa dibuat siapa saja dengan aplikasi meme generator yang mudah ditemukan di berbagai platform tanpa perlu susah-susah pakai photoshop. Siapa yang pertama kali membuat dan mengedarkan? Benarkah meme itu benar mewakili pemikiran dari profil yang ditampilkan? Bukankah banyak juga meme yang menampilkan tokoh dan kutipan ternyata hanya buatan kebohongan demi kepentingan sesaat sebagaimana hiruk pikuk perhelatan pemilihan Presiden dan Kepala Daerah?

Ke-kepo-an saya segera terjawab keesokan harinya, karena beliau yang memang saya ketahui rajin menulis dan berdiskusi (bahkan di jaman 1998, saat dosen yang bersedia diskusi topik Orde Baru dan Soeharto bisa dihitung jari dan beliau adalah salah satunya) ternyata kemudian menjawab via tulisan yang dimuat di Jawa Pos, 9 Mei 2018. Tulisan itu bisa dibaca di sini.

Cukup jelas terbaca bagaimana sikap beliau, meski di tulisan itu ada beberapa hal yang debatable dan malah ada satu kesalahan fatal tentang kosakata bahasa Arab yang gampang jadi sasaran tembak. Apapun efek dari jawaban Prof. Daniel melalui tulisan tersebut, hingga sore ini (15/5), kelanjutan kasus yang berawal dari meme tersebut masih simpang siur di berbagai group whatsapp. Tetapi seperti dilansir laman resmi ITS (bisa dibaca di sini) Rektor ITS menyampaikan bahwa mereka yang terlibat dalam kasus meme masih dalam pemeriksaan dan diberhentikan sementara dari jabatan strukturalnya.

Meme memang luar biasa. Bisa lucu. Bisa berimplikasi serius. Berawal dari meme, bisa berakibat hilangnya jabatan. Berawal dari meme pula, indikasi-indikasi atas fenomena tertentu jadi tertunjukkan.

[kkpp, 15.05.2018]

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s