Malam kian larut. Di kantor hanya menyisakan ruangan saya yang masih diterangi lampu neon setelah beberapa kolega terdengar saling berpamitan. Tidak gelap-gelap amat ding, selasar dan gang masih benderang kok. Saya memang punya kebiasaan buruk. Kebiasaan bekerja di media cetak sebagai pengalaman kerja profesional pertama, terbawa dan mengurat hingga malam ini: pulang malam. One last man standing, kata teman-teman dulu. Sendiri? Gak juga. Kan ada pak penjaga keamanan. Tapi memang sih, dulu di kantor lama, bapak-bapak itu sering menanyakan karena hafal, “Pulang jam berapa, Pak? Kalau saya tertidur, dibangunkan saja Pak …”

Suatu hari mereka menanyakan, “Pak, kalau pulang malam begitu ada yang aneh-aneh gak Pak?”

Saya tertawa karena tahu kemana arah pembicaraan akan berujung.

***

Malam ini kian larut. Makin sepi. Sengaja memang saya tak memutar playlist di gawai saya. Pun juga tak memutar channel di youtube. Penginnya segera menyelesaikan tanggungan karena kredo “apa yang bisa dikerjakan hari ini harus dikerjakan hari ini karena besok sudah ada tanggungan baru” harus dikompromikan dengan tenggorokan yang kian meradang.

Hening, hanya ditemani suara AC yang tak sehalus suara kendaraan Isuzu Panther yang terkenal dengan iklannya: “wus wus wus … nyaris tak terdengar.”

Tiba-tiba terdengar,” … Ooo oooo.. oooo.”

Keheningan pecah.

Saya menegakkan telinga mencoba mendengarkan bebunyian aneh itu. Dari manakah asalnya? Hilang.

Beberapa saat kemudian rupanya masih berlanjut dan terdengar kembali.

Tanpa perlu berkonsentrasi saya mencerna:

… oooo …. oooo … oooo …

with or without you … i can’t live … with or without you …

Saya mengenali suara itu sebagai reffrein lagunya U2 lantas mbatin dan melanjutkan kesibukan, “Ealah mas, mas … nyanyi tah iku mau … . ”

[kkpp, 04.05.2018]