Bridge, Indonesiana

Menonton Bridge

“Ini bagaimana sih, menontonnya?” Suara putus asa terdengar dari seorang Bapak. Suara itu bercampur dengan suara-suara yang sibuk mengomentari distribusi papan bridge yang terpampang di layar.

“Maksudnya bagaimana pak?” terdengar suara Anhar Haitani, kawan pemain bridge dari Yogya, di baris belakang saya.

“Saya tadi (22/8) datang ke sini (Jakarta International Expo Kemayoran) mau menonton wushu. Tapi kata petugas tiket sudah habis dan diarahkan untuk menonton bridge saja. Saya masuk ke sini, eh, di layar cuma angka-angka saja.”

Saya menoleh ke belakang, memalingkan sejenak atas papan menarik, papan terakhir pertandingan antara Indonesia Mix Team melawan Singapura Mix Team. Di meja sebelah, Indonesia hanya menutup kontrak 2S+2, sedangkan di meja satunya, pemain Singapura dengan gampang menemukan game score, 3NT, yang bisa mati jika declarer salah bermain atas defens ketat. Antara menambah poin keunggulan atau malah berkurangnya margin kemenangan.

Usai papan itu yang juga menutup pertandingan sebagai papan terakhir, saya bergabung dengan sang kawan dan sang bapak yang masih berdiskusi. Syamsi, sang bapak dari Cempaka Putih yang makin keheranan melihat layar-layar televisi mulai dimatikan panitia. Saya memahami sulitnya sang kawan menerima komplain (mengingat ia menggunakan name tag kepanitiaan), serta bagaimana sulitnya menjelaskan bagaimana menonton bridge kepada orang awam.

Bisa dipahami juga bila saya menjadi Pak Syamsi. Beliau rupanya sudah mendatangi tempat atlet bertanding tetapi tidak diperbolehkan. Lantas diarahkan ke ruang vu-graph tetapi malah mendapati para penonton melihat deretan televisi tanpa satupun yang menunjukkan scene atlet yang sedang bertanding. Lha deretan televisi hanya berisi angka-angka saja. Mungkin dalam benak beliau, ya mestinya ada atlet yang tengah bertanding, dan ada suporter yang bersorak sorai memberikan dukungan.

***

18-8-18. Deretan angka cantik itu menghiasi Jakarta yang tengah berbenah. Di baliho, di spanduk, di mural-mural seantero Jakarta. Perjalanan hidup mengantarkan saya berada di antara semua itu, karena sejak November tahun lalu, sehari-hari saya berkantor di Jakarta yang membuat saya menjadi saksi atas Jakarta yang berbenah dan bersolek menyambut event Asian Games ke-18. Indonesia menjadi tuan rumah untuk yang kedua kalinya setelah 56 tahun yang lalu. Kesempatan emas, sayang jika dilewatkan.

Dari sekian cabang yang dipertandingkan di Asian Games ini, salah satu yang ingin saya tonton langsung ke tempat pertandingan adalah bridge. Jauh kalah populer dibandingkan cabang lain, tetapi masyarakat awam seolah mendapat teaser karena media memberitakan tentang atlet tertua di kontingen Indonesia adalah sekaligus orang terkaya di Indonesia, adalah atlet bridge. Kisah tentang teaser itu bisa dibaca di sini.

Mungkin itu pula yang membuat Pak Syamsi mengikuti saran petugas, Mumpung sudah sampai di venue, tetapi tidak bisa memasuki cabang yang diharapkan, Pak Syamsi memilih untuk datang saja ke bridge. Berbeda dengan saya yang memang sudah mengenal bridge sejak lama, masih banyak Pak Syamsi-Pak Syamsi lain di luar sana. Awam yang pengin datang tapi tak tahu bagaimana cara menikmatinya.

Dan sepertinya di ajang Asian Games inilah kesempatan mengenalkan bridge lebih luas ke masyarakat awam di Indonesia. Ada beberapa yang bisa dilakukan. Misalnya, menambah kamera di ruang pertandingan yang menyorot meja tertentu dan menyiarkannya ke salah satu layar televisi di ruang penonton. Alternatif lainnya adalah jika Pengurus Gabsi mempunyai video tutorial semacam panduan menonton bridge untuk pemula mungkin bisa diputar berulang-ulang di arena sekitar pertandingan.

Ya namanya juga usul. Mungkin sudah terlambat. Tetapi siapa tahu, mumpung masih hari kedua …

[kkpp, 22.08.2018]

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s