Liverpool, Sepakbola

Menyempurnakan Sebentuk Cinta

Siapa sih yang tak kenal dengan slogan “Empat Sehat Lima Sempurna”? Slogan yang berkenaan dengan keterpenuhan gizi yang kita akrabi sejak bangku sekolah dasar. Slogan yang diperkenalkan sejak tahun 1950-an dan hingga kini masih cukup mudah dipahami oleh siapa saja. Meski saat ini dianggap tidak tepat lagi seiring dengan perkembangan ilmu gizi, tetapi kapan hari sewaktu menemani si sulung (saat tulisan ini dibuat, masih duduk di kelas tiga SD) yang sedang belajar, saya masih menemukan slogan tersebut di salah satu bukunya.

Bukan, saya bukan sedang membicarakan tentang gizi. Saya bukan pula sedang mempertentangkan slogan yang lebih tepat untuk menggantikannya. Bukan pula hendak memprotes kandungan kurikulum pendidikan kita.

Tetapi harus diakui, si penemu slogan itu, Prof. Dr. dr. Poerwo Soedarmo (1904-2003) adalah sosok yang cerdas menemukan slogan yang langgeng sekian lama. Meski tak bisa dipungkiri bahwa ide dasarnya adalah meminjam slogan “Basic Four” yang diperkenalkan di Amerika era tahun 1940-an, dengan menambahkan unsur kata “lima sempurna” dan mengganti kata “basic” dengan kata “sehat”, jadilah paduan empat kata: ‘Empat Sehat Lima Sempurna’, terdengar sempurna.

***

13IGREDSDan pada kesempatan ini saya ingin meminjam slogan yang terdengar sempurna itu untuk menggambarkan kebutuhan kita atas komunitas sebagai sebuah upaya memenuhi ajakan kontemplasi kawan saya, Aji Wibowo a.k.a @adjiok melalui tulisannya (baca di sini) dalam rangka tahun ketigabelas BIGREDS.

Bagi saya, setiap insan merdeka berhak menentukan apa yang disukai, apa yang disenangi dan apa yang dicintai. Sebagai hak, apa-apa saja yang terkait dengan kesukaannya, kecintaannya, adalah ibarat kebutuhan dasar sebagaimana “empat sehat”. Jiwa insan merdeka tak akan menjadi sehat bila asupan gizinya kurang. Jika Anda senang memasak misalnya, asupan gizi bagi jiwa insan merdeka adalah serupa mencari resep baru, berburu bahan masakan, mengkoleksi peralatan masak, dan mencoba resep menjadi sebuah masakan yang layak santap.

Demikian halnya dengan berbagai kecintaan-kecintaan lainnya. Yang suka fotografi, pasti punya asupan gizi tersendiri. Yang suka membaca, pasti punya asupan gizi yang berbeda dengan yang suka musik. Meski bisa jadi asupan gizi saling beririsan satu sama lain.

Bagaimana dengan yang menyukai sebuah klub sepakbola mancanegara? Sama saja.

Sebagai pecinta Liverpool FC (LFC), kita mempunyai asupan gizi tersendiri. Ada yang terpenuhi dengan mencari dan mengkliping berita terkait LFC dan pemain-pemainnya. Ada yang terobsesi dengan statistika angka dan nama. Ada yang tak bisa melewatkan dengan memainkan game seolah dirinyalah pemegang nasib klub tercinta. Ada yang memenuhi almari-almarinya dengan berbagai jersey berbagai masa. Ada yang menabung, menyisihkan rejeki yang diterimanya untuk bisa pergi ke Anfield suatu hari nanti.

Apapun itu, kesemuanya di atas, adalah asupan-asupan gizi yang dibutuhkan oleh setiap jiwa insan merdeka dan bisa dilakukan oleh dirinya tanpa perlu keterlibatan orang lain. Pada titik ini, ’empat sehat’ seolah telah mencukupi dan tak menyadari kebutuhan lainnya: ‘lima sempurna’.

Apa itu ‘lima sempurna’ bagi sebuah pecinta? Saya (kini) mempercayai, ‘berkomunitas dengan pecinta-pecinta lainnya’, adalah jawaban atas pertanyaan itu.

Mungkin sedikit absurd di tengah masyarakat kita yang semakin individualis. Tetapi nyatanya, kemampuan seorang fotografer akan semakin matang manakala dia berkomunitas. Ide-ide baru, teknik-teknik baru, akan didapatkannya dari kolega sejawat di komunitasnya. Bayangkan, apa jadinya ribuan foto hanya tersimpan rapi di sebuah folder tanpa pernah dipamerkan? Demikian halnya berbagai pelaku kecintaan-kecintaan lainnya. Mereka akan menjadi pecinta yang matang dengan berkomunitas. Cinta mereka atas sesuatu menjadi matang hanya dengan berinteraksi.

***

Enam tahun yang lalu, saya tak segera mengiyakan ajakan seorang kawan untuk bergabung di BIGREDS. Dengan form pendaftaran yang tak kunjung saya isi, saya masih gamang, bagaimanapun berkomunitas mensyaratkan berbagai konsekuensi logis. Salah satu di antaranya adalah apakah sepadan rasa yang didapatkan saat nobar bersama komunitas dengan rasa bersalah meninggalkan keluarga di rumah. Belum lagi kegiatan-kegiatan lainnya. Ketersediaan waktu adalah penghalang, sementara saat itu saya masih enjoy dengan sekedar ’empat sehat’ tanpa menyadari perlunya ‘lima sempurna’.

Tetapi Valent, sang kawan, tak lelah mengajak saya. Hingga akhirnya saya mulai join di forum, menjadi pembaca pasif, ikutan terbahak atas berbagai joke ringan, ikutan terharu dan menitikkan air mata saat membaca laporan perjalanan kawan saat menginjak Anfield, ikutan menyadari perlunya moderator yang galak, mulai nimbrung, hadir secara fisik di nobar, ikutan teriak dan nge-chant, serta …. mengikuti fantasyrafa. Haha, masih ada yang ingat game fantasy online ini?

Sedikit demi sedikit saya mulai menyadari, tak perlu lagi kebimbangan untuk mencintai LFC dengan lebih sempurna dengan lebih terlibat semakin dalam di komunitas BIGREDS. Karena BIGREDS-lah, kecintaan saya pada LFC makin lebih dari hari ke hari. Jauh, jauh lebih besar dibandingkan saat saya mencintai LFC dengan kesendirian saya.

Efek sosialnya? Saudara-saudara saya makin bertambah dari hari ke hari. Tak hanya sebatas di Surabaya tetapi dimanapun member BIGREDS berada. Harga yang tak ternilai dibandingkan dengan sekedar pernak-pernik imbalan sebuah membership. (Enam tahun, dengan tiga membership periode).

Lucunya, eskalasi cinta saya pada LFC diamati juga oleh kawan-kawan di kantor pecinta bola. Mereka mencari tahu apa yang menyebabkan saya menjadi berbeda. Walhasil, jadilah kawan-kawan di kantor yang awalnya sekedar terpenuhi ’empat sehat’ mencintai klub-nya masing-masing dengan kesendirian, mulai mengikuti jalan kesempurnaan dengan berkomunitas. Malah, ada yang menjadi inisiator salah satu chapter Surabaya komunitas sepakbola liga Inggris.

***

Berkomunitas adalah hal yang gampang-gampang susah. Apalagi dengan jumlah anggota yang kian bertambah dari masa ke masa. Di kepengurusan era sekarang, saat BIGREDS merayakan tahun ketigabelasnya, jumlah member telah melewati angka lima ribu orang. Sekali lagi: LIMA RIBU orang lebih. Jumlah regional juga bertambah sebagai konsekuensi semakin luasnya persebaran anggota.

Tantangan juga semakin besar. Tidak hanya bagi pengurus, melainkan juga bagi anggota. Tetapi saya percaya, dengan segala keajaiban yang saya amati penuh takjub selama enam tahun dari tiga belas tahun keberadaannya, BIGREDS tetap akan menjadi rumah yang nyaman dan hangat bagi siapa saja yang akan dan ingin menyempurnakan cintanya untuk LFC. Kini dan nanti.

Selamat ulang tahun @BIGREDS_IOLSC. Segenap cinta dan doa untukmu. Jayalah selalu! You’ll Never Walk Alone.

[kkpp, 28.12.2012]

Standar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s