Tanyakan ke penduduk negeri ini tentang sepakbola. Tentang bagaimana memainkannya, tentang bagaimana aturannya, dan segala pernak-pernik tentangnya. Tanpa perlu lembaga survey, rasanya hampir semua orang pasti mengetahuinya. Tak ada popularitas olahraga yang melebihi popularitas sepakbola. Tapi jangan tanya soal prestasi sepakbola negeri ini di antara negeri-negeri yang lain. Itu beda cerita.
Bagi penduduk republik ini, banyak cara menikmati sepakbola. Mari kita tengok satu-persatu.
Pertama, adalah mereka yang bermain, meski temporer tapi mereka menikmatinya. Meski bermain di bawah hujan, ternoda lumpur, tergores kerasnya aspal karena tak bersepatu, tapi mereka bisa tertawa lepas di antara kawan-kawan. Malah mereka tak peduli apakah lawan berjumlah sama dengan timnya atau tidak. Ada beda usia atau tidak. Yang penting bergembira ria.
Kedua, adalah mereka yang bermain secara regular untuk kesehatan raga. Di dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Meski belum tentu mereka tergabung dalam klub, setidaknya mereka mempunyai komunitas tertentu yang bermain secara rutin. Karena bagaimanapun juga, sepakbola tidak bisa dilakukan sendirian. Belakangan ini, kategori kedua ini seolah menemukan wahana baru dengan bermain futsal seiring makin banyaknya lapangan futsal yang dikelola secara profesional.
Ketiga, adalah pemain profesional. Mereka ini bermain layaknya profesional. Nafkah untuk keluarga didapat dengan bermain sepakbola sebagai pemain. Mulai level tarkam hingga liga profesional. Sudah ada warga negeri ini yang bermain di liga Eropa meski bisa dihitung dengan jari.
Keempat, adalah penikmat sepakbola. Golongan ini adalah mereka yang bisa jadi salah satu dari ketiga golongan di atas atau malah yang tidak tergolong sama sekali. Mereka bisa menikmati setiap gerakan di lapangan, indahnya umpan dari kaki-ke-kaki, keriangan dan penyesalan dari setiap gol yang terjadi yang bagai dua sisi keping mata uang. Dari gemulainya permainan pemain kelas dunia hingga permainan golongan pertama di aspal, di sawah yang menanti masa tanam, hingga di kolong jembatan layang. Keindahan sepakbola adalah sama bagi golongan keempat ini. Bacaan berita di media cetak hingga tontonan di televisi adalah bumbu aktivitas.
Kelima, adalah penggemar atau fans. Golongan kelima ini adalah mereka yang sebagaimana golongan keempat tetapi sudah berupaya dengan sengaja untuk memilih salah satu tim dalam sebuah kompetisi dan atau memilih menyukai salah seorang pemain, entah karena kemampuannya di lapangan, tampangnya yang imut atau sikap keseharian sang bintang. Kadang, pilihan terhadap suatu tim pun terpengaruh dengan kegemaran sang penggemar terhadap satu pemain tertentu pun sedemikian sebaliknya.
Keenam, adalah pendukung (suporter). Golongan keenam ini adalah sebuah tingkatan lebih dari golongan kelima tadi. Bisa jadi mereka adalah golongan kelima yang bersedia mendukung hingga berdarah-darah, istilah lainnya adalah die-hard. Berdarah-darah di sini bisa berarti dalam makna kiasan pun juga makna harfiahnya. Banyak kisah yang bisa ditulis, tapi tak bakalan cukup dituliskan di sini.
Ketujuh, adalah penjahat sepakbola. Mereka ini adalah sisi lain dari sepakbola, yaitu mereka yang mengambil keuntungan secara jahat dengan memanfaatkan sepakbola. Dalam level terbawah dari golongan ini adalah mereka yang berjudi (untuk beberapa kawasan dan keyakinan tertentu, judi adalah sebuah kejahatan). Level di atasnya adalah upaya menyuap dan mempengaruhi hasil pertandingan untuk keuntungan pihak-pihak tertentu dengan menginjak-injak sportivitas yang seharusnya menjadi ruh sepakbola itu sendiri. Dan di Indonesia, salah satu kejahatan sepakbola adalah mengkorupsi uang negara. Maklum, sebagian besar klub “profesional” menggunakan dana anggaran negara/daerah tetapi pertanggungjawaban kepada rakyat tak pernah secara penuh dipertanggungjawabkan.
Kedelapan, mereka ini adalah profesional di bidangnya, tetapi pekerjaannya terkait dengan sepakbola. Bisa jadi mereka adalah dokter, psikolog, ahli urut, pelatih, wasit, wartawan, fotografer, serta merchandiser. Karena kerja adalah cinta, maka akhirnya pun mereka bisa menikmati sepakbola dengan keprofesionalan mereka.
Kesembilan. Nah golongan ini adalah golongan yang ‘terpaksa’ menyukai sepakbola sebagai bahasa pergaulan. Mereka yang menyukai sepakbola karena lingkungan mereka berbahasa sepakbola. Rasanya tidak pas, dalam obrolan mereka kemudian mereka tidak nyambung dengan bahasan tersebut. Golongan kesembilan ini makin berkembang menjelang event besar macam Piala Dunia yang tahun ini akan digelar di Afrika Selatan.
Hmm, masih adakah golongan yang belum tersebutkan?
Apapun golongan Anda, maka selamat bersiap menikmati Piala Dunia, Juni nanti!
(kkpp, 19.05.2010)