Beberapa hari belakangan beredar flyer tentang Kantin Pusat ITS Reborn yang soft opening-nya dilakukan kemarin (17/5). Nama ‘Reborn’ mengingatkan kepada ‘Padi Reborn’. Keren sih. Meski bisa jadi kalau dipermasalahkan, mengapa pakai nama keminggris. Mungkin harapannya sama dengan grup band legenda yang direvitalisasi kembali, makin kinclong dibuatnya. Mungkin begitu halnya dengan Kantin Pusat ITS Reborn. Entahlah, saya hanya mengira-ngira karena belum bertemu langsung dengan penggagasnya. Kantin Pusat ITS adalah legenda, perlu direvitalisasi dengan membuat kinclong. Kira-kira begitu.
Baca lebih lanjutTag Archives: kantin its
Basel
Basel, kami (terlalu) bersemangat untuk hari ini.

foto dan karya oleh @mrtonygrice via @kowak7 – mewakili betapa bersemangatnya kami, bikin banner sampai lupa catnya tembus hingga ke lantai. Selain bikin banner tulisan tangan, menggambar, kawan-kawan juga disibukkan dengan mempersiapkan nonbar besar-besar-an, bikin sesuatu untuk sebuah perayaan.
Lima belas tahun lalu, saya nonton pertandingan sepakbola final ajang klub-klub daratan Eropa di kantin pusat ITS, beberapa hari sebelum pindah buat kerja ke Jakarta. Ramai dan crowded. Ada si merah yang berlaga melawan klub dari Spanyol yang baru terdengar namanya.
Menjejak Indonesia
… patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat … ~ Soe Hok Gie
Saat membaca kutipan tersebut di awal masa menjadi mahasiswa, pernah terbesit untuk menjejak tanah air untuk mengenal Indonesia dari dekat.
Memaknai “bhineka tunggal ika” hanya bisa dilakukan dengan merasakannya pada tiap perjumpaannya. Tanpa perjumpaan dengan perbedaan, pemaknaan perbedaan hanyalah sebuah wacana yang mengawan.
Bis Surat Yang Terlupakan
Tak ada yang meragukan jasanya dulu. Saat belum ada Facebook, Twitter, Blackberry Messenger, serta media jejaring lainnya, dialah yang menghubungkan dengan sanak, kerabat, serta kawan yang terpisahkan jarak dan ruang. Apalagi bagi kami yang kemudian merantau, melanjutkan langkah keluar dari kampung halaman.
Warnanya oranye. Identik dengan induknya.
Dulu letaknya di pojok kantin ITS. Dan kini pun, saat foto diambil, letaknya masih di sana. Dengan kantin yang telah direhab habis, di titik yang sama, meski sang induk kini telah berpindah. Dulu kami sering menghampirinya, memasukkan beberapa amplop sebelum masuk kelas kuliah, kini tak ada lagi yang mempedulikannya.
Ah, sang waktu telah berputar.
[kkpp, 19.11.2010]
In Memoriam: Gysber Jan Tamaela
Februari yang lalu, saat mantenan sepasang kawan di Malang, salah satu tamu undangan resepsi malam itu menyapaku basa-basi, “Mas Gysber ya … pangling aku …”
Hehe, bukan. Aku menggeleng sambil tersenyum. “Lama juga aku nggak ketemu denagn Gysber,” kataku pula melanjutkan pertanyaan itu menjadi obrolan ringan.
Kantin dan Bridge
Di kantin, kami mengenal bridge.
Di sanalah kami belajar mengeja mengapa ada tigabelas trik yang dicari.
Biar kantin kami (nyaris) mati, bridge telah menjelma di sanubari.
Di kantinbridge ini mari kita berbagi. Bercerita tentang kepahlawanan Spade, atau kisah mengharu-biru Heart, atau tentang Diamond yang senantiasa diburu, serta Club yang selalu diganggu. Boleh juga mendongenglah tentang Notrump yang tak pernah ragu.
Bila punya nyali, boleh juga temui kami di kantin yang (nyaris) mati.
(kkpp, 3 Oktober 2009)
ps. sedikit pembuka untuk website kami yang lebih fokus bertutur tentang bridge. monggo mampir ke http://kantinbridge.wordpress.com.
sedangkan foto di atas adalah hari terakhir kantin its. semoga hanya mati suri. malam sebelumnya kami bermain semalaman hingga subuh menjelang, sebagai persiapan keberangkatan tim ITS ke Kejurnas Gorontalo, saat siang harinya, kami jumpai kantin yang telah kosong dari meja dan kursi, sementara para pedagang tengah mengangkut apa yang bisa dibawa ke tempat penampungan baru.