Gary McAllister, salah satu legenda hidup Liverpool FC atas kegemilangan di era 2001, pada sebuah kesempatan di bulan Agustus 2015, saat konferensi pers membuat komentar tentang debut James Milner:
He is a winner, he has won leagues.
He’s an experienced player in big competitions and big competitions for his country as well. He brings good experience.
You can bring in players that are a little bit older and have got experience but their experiences are not necessarily good ones. But he’s got good experience, he knows how to win.
McAllister, memberikan penilaian itu usai debut Milner melawan Stoke City yang dimenangi tipis LFC 1-0. Waktu itu McAllister adalah asisten pelatih dari Brendan Rodgers. Ketika Rodgers dipecat hanya dalam hitungan bulan kemudian, begitupun tamat sudah karir kepelatihan McAllister di LFC. Tetapi penilaian McAllister itu bisa jadi benar. Siapa sangka 9 bulan kemudian, James Milner, mengulang prestasi Gary McAllister untuk bertanding di final UEFA Europa League.
McAllister, datang sebagai pemain free-transfer dari Coventry City di tahun 2000 saat berusia 35 tahun. Milner, datang sebagai pemain free-transfer dari Manchester City di tahun 2015 saat berusia 29 tahun. Secara usia, Milner datang ke LFC lebih muda dari McAllister, tetapi keduanya sama-sama diharapkan sebagai pemain senior berbakat, yang memberikan keteladanan serta memberikan warna pada dinamisasi tim.
Keduanya kebetulan mempunyai posisi yang sama, central midfield, yang bisa juga ditempatkan sebagai pemain sayap dengan umpan lambung yang diharapkan jadi bahan bagus buat para penyerang. Keduanya juga punya spesialisasi sebagai algojo bola mati.
Meski keduanya datang sebagai pemain baru gratisan, tapi keduanya langsung membawa impact di musim pertama dengan membawa LFC ke puncak laga kejuaraan antar klub di daratan Eropa. Memang sih warna Milner tak seperti McAllister, tapi kontribusinya cukup menonjol. Dalam formasi 4-2-3-1 kesukaan Klopp dengan pemain sisa Rodgers, Milner seolah jadi obat karena bisa dimainkan di posisi mana saja. Apalagi ketika kemudian Liverpool skipper, Jordan Henderson, berhalangan karena cidera, maka tak ayal posisi kapten menjadi kewajiban Milner.
Bagaimana dengan final melawan Sevilla beberapa jam lagi (18/5) dihelat di St. Jacob-Park Stadium, Basel?
Orang sepertinya bakal memperbandingkan keduanya, karena atas beberapa kesamaan atas keduanya. Tetapi bagaimanapun Milner bukanlah titisan McAllister. Milner haruslah menuliskan sejarahnya sendiri.
Seperti kata Jerzy Dudek, salah satu pahlawan Istambul 2005, menyampaikan beberapa waktu lalu (kutipan lengkap bisa baca di sini)
But Liverpool needs new legends, new people. There is a new generation in the stands and the kids want to see new heroes. Their fathers know the generation of 2005 and they ask me if I remember them from waiting on the gate at Melwood. Not much. They were little then and now they are a big guy 11 years later. You need new generations to keep going with the belief. The team changed its history three times on the way to the final, it cannot drop it now.
They’ve put so much energy in against Manchester United, Borussia Dortmund and Villarreal, don’t waste it. To win the trophy changes your life completely. Maybe it’s different with the Champions League but with any trophy you can be remembered forever
Begitupun yang harus dilakukan Milner. Ia bisa saja terinspirasi oleh McAllister, tetapi tetap saja harus menuliskan sejarahnya sendiri, sebagaimana Gary McAllister sudah mencatatkan satu gol dan dua assist di final 15 tahun yang lalu.
Tidak saja Milner, tetapi berlaku juga buat siapa saja, Sturridge, Firmino, Coutinho, Lallana, Emre Can, Clyne, Lovren, Toure, Moreno, Mignolet, atau siapapun pemain yang dipercaya Jurgen Klopp untuk turun ke lapangan.
Kesempatan menjadi pahlawan adalah malam ini. Semoga!
[kkpp, 18.05.2016]