Menang atau kalah. Ada sih pilihan di antaranya, yaitu draw alias seri alias berbagi angka alias tak ada yang menang atau kalah. Di catur malah menggunakan istilah khas: remis.
Tapi itu untuk pertandingan dengan format kompetisi. Siapa juara siapa pecundang baru dilihat di akhir musim kompetisi.
Di sisi yang lain, lebih banyak pertandingan yang mensyaratkan harus ada yang menang dan harus ada yang kalah. Mutlak dan gak bisa ditawar. Pertandingan ulang adalah cara yang paling ideal. Tetapi makan waktu. Dulu sempat menggunakan cara tos-tosan, alias pemenang ditentukan dengan lemparan koin, tetapi dianggap lebih banyak memainkan faktor untung-untungan. Kalau pakai adu dadu, ntar mengulang kisah Kurawa-Pandawa di Mahabharata.
Di sepakbola, berkat usulan dari Karl Wald, seorang wasit dari Jerman, maka diadopsilah oleh UEFA dan FIFA konsep adu penalti untuk menentukan siapa yang memenangkan sebuah laga. Konsep yang terlihat lebih adil dibandingkan dengan konsep lempar koin. Di tahun yang sama, tahun 1970, di Inggris adu penalti pertama kali dilangsungkan di Piala Liga.
Secara umum, adu penalti dilakukan oleh lima kali penendang. Jika skor dari lima penendang ini sama, maka penalti dilanjutkan hingga terdapat beda antara kedua tim. Bagaimana jika terus sama? Maka seluruh pemain yang ada mendapatkan kesempatan untuk melakukan tendangan dan jika semua pemain telah melakukan (termasuk juga kiper) maka pemain melakukan tendangan keduanya. Ya bisa dibilang, penalti sak mblengere. Ya, penalti akan terus dilakukan hingga tujuannya tercapai: didapati siapa yang menang dan siapa yang akan kalah.
***
Sungguh tak pernah terbayangkan, jika penalti sak mblengere akan menimpa tim LFC tercinta. Kali ini di musim 2014-2015, di ajang Piala Liga putaran keempat. Melawan Middlesbrough LFC harus melewatinya dengan adu penalti karena keunggulan 2-1 di babak perpanjangan waktu harus rela disamakan dengan tendangan penalti Bamford setelah sebelumnya dilanggar Kolo Toure di penghujung babak perpanjangan waktu.
Kelima penendang penalti pertama, ternyata menghasilkan skor sama 4-4. Balotelli, Lucas, Lallana, Suso berhasil dengan tugasnya. Sementara Sterling gagal dan membikin impas keberhasilan Mignolet menggagalkan penalti di tendangan pertama.
Selanjutnya, enam penendang berikutnya (semua pemain termasuk kiper Mignolet) berkesempatan melakukan tendangan dan semua berhasil melakukan tugasnya. Dengan demikian maka pemain bisa berulang mendapatkan kesempatan keduanya. Hingga akhirnya di tendangan ke-15, pemain Middlesbrough, Adomah, tendangannya tak menemui sasaran. Usai sudah. LFC lolos ke babak selanjutnya setelah memenangi penalti sak mblengere dengan skor 14-13.
Huffft, skor yang sungguh fantastis. Namun bukanlah rekor baru. Hingga saat ini, rekor penalti sak mblengere dicatat oleh Guinnes World Record (bisa baca di sini) atas final Namibia Cup 2005, KK Palace mengalahkan Civics dengan 48 tendangan, dengan skor 17-16, setelah draw 2-2 di babak perpanjangan waktu.
Sementara rekor di Inggris, dicatatkan oleh Brockenhurst melawan Andover Town di ajang The Hampshire Senior Cup pada 15 Oktober 2013, dengan skor 15-14. Rekor sebelumnya di tahun 2011 Saat Dagenham & Redbridge memenangi Johnstone’s Paint Trophy atas Leyton Orient dengan skor 14-13.
Dengan demikian, setidaknya, LFC lah pemegang rekor penalti sak mblengere atas sesama klub papan atas Inggris. Tetapi jangan sering-sering ya … , kasihan jantung ini …
[kkpp, 24.09.2014]