“Tak ada binatang yang lebih cerdas selain mereka,” ujar teman sekantor saya berapi-api pada suatu sore.
“Kok bisa?”
“Mereka itu sama seperti kita, pakai acara meeting segala, mengantisipasi semua hal agar bisnis mereka tetap jalan.” Kami masih kebingungan dengan apa yang disampaikannya. “Coba saja, kalau kita pasang lem, cuma berhasil pada kesempatan pertama. Kemudian keesokan harinya, mereka rapat. Saat absen, baru ketahuan kalau anggota rapat berkurang satu, maka pimpinan meeting mengutus untuk mencari kemana si anggota itu menghilang. Saat ketahuan si anggota yang absen karena mati kena lem, maka mereka segera mengantisipasi agar tak terulang kejadian yang sama pada anggota yang lain,” lanjut teman saya itu.
“Bagaimana dengan racun?”
“Atau juga dengan jebakan?”
Kami mencoba memberikan beberapa alternatif pada teman kantor itu yang udah mirip dengan penjual jamu yang dikerubungi banyak orang.
“Sama saja,” ujar kawan itu dengan yakin. “Mereka tetap menggunakan mekanisme yang sama. Rapat, berhitung, bila ada yang kurang ditanya kemana perginya yang kurang itu, kalau kemudian ada masalah mereka bisa tahu bagaimana mengantisipasinya agar tak mengulang kesalahan yang sama.”
“Bagaimana dengan jangkrik? Kata beberapa artikel, suara jangkrik tak disukai oleh tikus-tikus,” ujar kawan lainnya, kali ini dengan argumen yang sedikit lebih akademis.
“Atau dengan alat pengusir tikus yang menggunakan frekuensi tinggi? Mungkin cara kerjanya mirip dengan suara jangkrik itu?”
“Tahu nggak saudara-saudara, untuk satu dua hari pertama memang bisa berhasil. Hari ketiga, mereka bakal pakai sumbat telinga, mirip kalau kita masuk pabrik dengan menggunakan ‘ear plug’. Sungguhan, saya pernah melihat tikus yang pakai sumbat itu,” kawan saya itu tetap pada pendirian bahwa tikus adalah binatang yang paling cerdas yang pernah ditemuinya.
“Kalau begitu, bagaimana caranya berperang dengan tikus?”
“Tembak saja!”
“Tembak?”
“Iya. Tembak saja. Kalau pakai senapan angin 4.5″ harus tepat pas kepalanya. Kalau tidak, nanti matinya bisa tidak ketahuan dimana, dan menyebar busuk yang sulit diketahui dimana, karena tikus suka mati di tempat yang tak terjangkau.”
Kami manggut-manggut. “Kalau mau lebih sreg, pakai yang 5.5″, tapi susah sekarang nyarinya. Perlu ijin,” lanjut kawan tadi itu. “Kecepatan peluru jauh lebih cepat dari reflek mereka.”
“Tapi ya itu, harus disanggong.”
***
Sore itu, tikus sedang jadi tren obrolan di kantor. Kerusakan yang dialami di kantor kami jadi awal pembicaraannya. Padahal di kantor kami sudah memasang alat pengusir tikus berfrekuensi tinggi. Persis seperti yang dikatakan kawan tadi, keberhasilan itu hanya pada beberapa hari awal saja. Hari-hari selanjutnya, malah seolah mereka mentertawai kami, dimana mereka justru bermain-main di sekitar alat itu.
Beberapa aksi menyebalkan tikus lainnya adalah memakan kabel, memakan steoroform saluran AC yang menyebabkan bocornya air kondensasi. Teman-teman di kantor malah sudah tidak berani meninggalkan makanan dibiarkan terbuka di meja.
Sementara di rumah, hal lain yang menyebalkan dari tikus adalah perbuatannya menggali tanah (bahasa Jawa: ngerong), kebisingan akibat beberapa barang dijatuhkan mereka, serta bau yang menyengat. Serta yang perlu diingat, tikus merupakan hewan pembawa beberapa penyakit (baca di sini)
Bisa jadi, kawan saya tadi benar. Tikus yang sebenarnya ada beberapa macam, misalnya tikus rumah (Rattus rattus), tikus got (Rattus norvegicus) juga tikus wirok (Bandicota sp), adalah hewan yang cerdas atau malah dikesankan licik.
Di dunia komik, tokoh tikus yang paling ngetop adalah Miki Tikus (Mickey Mouse) yang bahkan malah menjadi ikon dari Walt Disney Corporation. Juga kita mengenal tokoh Jerry, tikus yang terlihat lebih cerdas mengakali si Tom, kucing yang malang.
Tahun 1986, Iwan Fals pernah menuliskan sebuah lagu, judulnya Tikus Tikus Kantor. Lagu ini terdapat pada album Ethiopia. Liriknya adalah sebagai berikut:
kisah usang tikus-tikus kantor yang suka berenang di sungai yang kotor
kisah usang tikus-tikus berdasi yang suka ingkar janji
lalu sembunyi di balik meja teman sekerja
di dalam lemari dari baja
kucing datang cepat ganti muka
segera menjelma bagai tak tercela
masa bodoh hilang harga diri
asal tidak terbukti ah
tentu sikat lagi
tikus-tikus tak kenal kenyang
rakus-rakus bukan kepalang
otak tikus memang bukan otak udang
kucing datang
tikus menghilang
kucing-kucing yang kerjanya molor
tak ingat tikus kantor
datang men-teror
cerdik licik
tikus bertingkah tengik
mungkin karena sang kucing
pura-pura mendelik
tikus tahu sang kucing lapar
kasih roti jalanpun lancar
memang sial sang tikus teramat pintar
atau mungkin si kucing yang kurang ditatar
[Tikus Tikus Kantor ~ Iwan Fals]
Andai tikus adalah perlambang para koruptor, sebagaimana Iwan Fals menyampaikannya di tahun 1986 tetapi masih saja tetap relevan hingga sekarang, maka saya kemudian menyetujui pemikiran kawan saya tadi.
Para tikus-tikus itu dan para koruptor-koruptor itu, mereka benar-benar lihai. Aturan dan segala mode pencegahannya hanya berhasil di awal-awal saja. Segera saja mereka menemukan cara menghindarinya. Dan hingga kini, tak pernah ada cerita tikus termasuk hewan yang langka.
Jika demikian, maka saya menyetujui kawan saya: Tembak saja! Setidaknya, peluru itu akan mengurangi koruptor satu demi satu.
[kkpp, 24.05.2011]
Ping-balik: Iwan Fals: Pendidikan Pesantren Lebih Menjamin | Bani Madrowi
Ping-balik: Gus Nuril: Dakwah Bisa Lewat Musik | Bani Madrowi
Ping-balik: Nyasarudin « Kepingan Kakap Paling Pojok