Siang itu, tanggal 17 Februari 2010, hari terakhir dari jadwal pendaftaran calon perseorangan yang ditetapkan KPU Surabaya, gedung KPU masih tampak berbenah. Beberapa tukang tengah bekerja mempercantik gedung yang dalam beberapa bulan mendatang bakal banyak menerima tamu.
Satu demi satu pendukung pasangan Fitradjaja Purnama dan Naen Suryono mulai berdatangan dari pelosok kota. Mereka tergabung dalam Konsolidasi Arek Suroboyo dengan berbagai latar belakang. Wajah tulus, wajah penuh harap akan pemimpin yang merakyat segera memenuhi halaman Jalan Adityawarman.
Menjelang pukul setengah tiga, para wartawan yang menunggu mulai gelisah. Sang korlap pun telah menyerukan untuk merapatkan barisan.
Bergantian para pendukung menyuarakan apa yang dirasakan dan diharapkan.
Bersama menyatukan tekat: bertanah air tanpa penindasan, berbangsa yang gandrung akan keadilan, berbahasa kebenaran.
Ya, sembilan puluh lima ribu enam ratus dukungan telah dikumpulkan. Dari 153 organisasi, dari 124 kelurahan, 31 kecamatan. Sebagai syarat minimal yang telah ditentukan. Bermodalkan semangat untuk perubahan. Biar yang lain mengatakan kami fakir politik, tapi kami kaya idealisme.
“Inilah dukungan kami, Konsolidasi Arek Suroboyo, yang telah melalui berbagai tahap sebelum mencalonkan Fitradjaja Purnama – Naen Suryono,” ujar Muhaji, sang koordinator KAS didampingi Ketua Tim Pemenangan, Gunardi, seorang kawan yang pernah merasai penjara di jaman orde baru.
KPU pun menyatakan menerima pendaftaran dan memproses lebih lanjut sesuai dengan amanat Undang-undang dan peraturan yang terkait.
Selamat berjuang, kawan Fitra. Satu tahap sudah dilewati. Masih banyak yang harus diperjuangkan.
[kkpp, 17.02.2010]
Epilog: pukul empat sore lebih, perlahan halaman gedung KPU telah menjadi sepi. dalam sebuah obrolan di warung kopi, bersama pak polisi yang masih bertugas, tiba-tiba pak polisi berkata, “endi calon’e mas? iki mau taufik yho?” katanya sambil merujuk sang korlap. saya mengiyakan sambil meneguk kopi susu. “ealah, mbiyen jaman songo wolu, yo sering eroh aku, pas melok pak oegroseno. ingatan saya lantas melayang jauh … teringat ke beberapa kawan yang dulu sering bersinggungan dengan pak oegroseno di bundaran its, dulu, 12 tahun yang berlalu.
wah.. bang taufik monyong makin seksi. hehehe.. gayanya gak bisa berubah..
SukaSuka
siip. lam knal…
SukaSuka