Di edisi Syawal 1440 ini, sebagaimana tradisi muslim Indonesia bahwa bulan Syawal identik dengan maaf-memaafkan, ada satu hal yang saya baru menyadari satu elemen penting tentang memaafkan yang sering terlupakan: sudahkah kita memaafkan diri sendiri?
Baca lebih lanjutTag Archives: Joko Widodo
Masyarakat Kendeng Tak Lelah Berjuang
Mendadak mbrabag dan mbrebes mili lihat foto ini (sumber foto lihat dari twitter-nya @setkabgoid, tulisan lengkap bisa mampir di sini).
Agatha Retnosari: Politik Jalan Sunyi
Seumur-umur nge-blog, belum sekalipun saya membuat postingan yang bersifat wawancara. Baru kepikiran sekarang.Itu pun bukan wawancara bertemu empat mata, melainkan wawancara dengan memanfaatkan fasilitas chatting via WhatsApp. Meskipun secara teknis mudah, yang agak sulit adalah menyesuaikan waktu karena bagi saya wawancara sebaiknya sejak awal telah dikondisikan pada suatu waktu yang diperjanjikan dan subyek wawancara sudah memahami bahwa chatting tersebut akan saya publish di blog ini.
Untuk wawancara yang pertama ini, adalah seorang kawan, Agatha Eka Puspita Retnosari, nama lengkapnya. Iik, begitu kami biasa memangilnya, dan ia menuliskan namanya sebagai calon legislatif DPRD Jatim, daerah pemilihan (dapil) Surabaya-Sidoarjo, dari Partai PDI Perjuangan (PDIP) nomer urut 3, dengan menggunakan nama yang lebih singkat: Agatha Retnosari. Baca lebih lanjut
Tak Cukup Jokowi
Bintang pembicaraan di minggu awal tahun 2012 ini tak pelak adalah Jokowi. Pria kelahiran 21 Juni 1961 ini adalah pemilik nama Joko Widodo, Walikota Solo untuk periode yang kedua kalinya pada periode 2010-2015, yang menghebohkan media kali ini dengan pemberitaan tentang penggunaan mobil buatan pelajar SMK sebagai mobil dinas menggantikan Toyota Camry yang telah digunakan sejak walikota sebelumnya.

Mobil buatan siswa SMK 2 dan SMK Warga Surakarta yang diparkir di halaman Balai Kota Surakarta, Senin, (2/1). Sumber: TEMPO/Ukky Primartantyo. (http://www.tempo.co/read/news/2012/01/03/058375050/Demi-Mobil-Rakitan-Esemka-Jokowi-Ganti-Mobil)
Sedemikian hebohnya, sampai-sampai banyak pihak yang ikutan numpang beken. Persis fenomena euforia reformasi di kala tahun 1998-an.
Ada pro kontra tentu saja. Tapi dari sisi positifnya memang, bahwa ternyata fenomena mobil Kiat Esemka yang digunakan Walikota Solo itu menumbuhkan benih kerinduan pada produk nasionalis, kerinduan pada pengakuan bahwa kemampuan anak bangsa tak kalah dengan bangsa-bangsa lain, serta kerinduan pada pejabat yang langsung memberikan teladan bagi rakyatnya.
Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana kerinduan-kerinduan itu tidak layu sebelum berkembang. Terlihat sepele, tetapi ternyata banyak hal yang harus dikerjakan.
Soal mobil nasional misalnya, kita telah mempunyai cita-cita itu sejak beberapa tahun yang lalu. Masih ingat dengan kisah Timor bukan? Bagaimana kemudian bisa gagal? Faktor Tommy Soeharto semata? Atau faktor keberpihakan pemerintah saat itu yang terlihat dari kebijakan yang ditempuhnya? Atau ada kekuatan kapital yang memang sengaja menjegalnya?
Belum lagi dari soal definisi produk nasional di era globalisasi yang membuat batas definisi itu semakin kabur. Apakah yang dimaksud produk nasional itu adalah produk yang 100% menggunakan komponen dalam negeri? Atau dibuat dengan ‘branding’ dalam negeri? Atau dimodali oleh 100% modal dalam negeri? Coba lihat sejenak komputer yang Anda gunakan sekarang untuk membaca postingan ini. Apakah merk-nya? Apakah negara asal merk sama dengan negara tempat komputer itu dibuat? Bagaimana dengan komponen-komponennya?
***
Harus diakui bahwa Jokowi telah sukses bertindak sebagai product endorser tidak saja bagi Kiat Esemka, tetapi juga product endorser kemampuan anak-anak bangsa. Persis sebagaimana yang dilakukan oleh Agnes Monica atas Honda, pun juga Didi Petet atas Yamaha.
Jokowi membukakan lagi ingatan kita, jangankan untuk membuat mobil, soal kemampuan teknis, kita pernah punya PT Dirgantara Indonesia yang bisa membuat pesawat, juga PT Pal Indonesia yang bisa membuat kapal dengan panjang kapal lebih dari ratusan meter. tetapi bagaimana nasibnya sekarang?
Jokowi membukakan lagi ingatan kita, adakah dunia industri dan dunia pendidikan terkorelasi dengan baik? Masih ingat dengan konsep link and match-nya Menteri Wardiman?
Jokowi telah melangkah dengan cerdas. Tetapi tak cukup dengan semata memasang plat nomernya pada Kiat Esemka. Karena Jokowi hanyalah trigger, yang seharusnya memacu para pemangku kebijakan untuk bertindak. Departemen-departemen terkait harus lebih banyak bekerja dengan aksi nyata. Tak cukup dengan konsep-konsep di atas kertas. Sidang kabinet tak cukup sekedar tut wuri handayani, tetapi harus ing ngarso sung tulodho.
[kkpp, 09.01.2012]