Adakah seseorang yang terbebas dari rasa penyesalan?
Pertanyaan itu berkelebat di benak saya saat pergantian tahun ini yang saya habiskan dengan menonton ulang serial drakor While You Were Sleeping (2017) di salah satu platform menonton media digital berbayar. Serial ini adalah salah satu serial yang saya tonton di awal-awal periode ketika saya mulai ikutan ketularan nonton drakor. Soal mengapa saya bisa ikutan keranjingan, nanti saja saya posting di postingan terpisah. Hihihi, panjang soalnya.
Di salah satu scene di serial itu, ada percakapan yang kira-kira seperti ini terjemahan bebasnya:
Tak ada mesin waktu yang memutar waktu untuk mundur ke masa lalu. Karenanya, tak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Yang sudah, ya sudah. Tak apa menyesal, asal singkat saja. Secukupnya. Tetapi, mengenang kejadian yang membuat penyesalan itu tak apa, kenanglah selamanya.
Mestinya setiap orang punya penyesalan. Ada yang menyimpannya dalam-dalam hingga tak ada seorang pun yang tahu. Ada pula yang mengisahkannya ke beberapa lingkar terdekat. Ada pula yang menyampaikannya ke khalayak. Tetapi adakah manusia yang tak mempunyai penyesalan?
Awalnya saya menjawab iya. Setiap orang mestinya punya penyesalan. Penyesalan karena kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Salah mengambil keputusan. Salah melakukan tindakan. Salah memilih sesuatu. Setiap orang pasti punya penyesalan karena penyesalan adalah hal yang manusiawi. Tak perlu malu mengakui. Apalagi katanya, wajarlah penyesalan itu di akhir, karena kalau di awal namanya pendaftaran.
Tetapi kemudian, sekelebat saya jadi menemukan jawaban: mungkin ada di luar sana orang yang tak punya penyesalan. Mereka yang tak pernah salah mengambil keputusan, tak pernah salah melangkah, tak pernah salah melakukan tindakan. Semuanya right on the track seperti yang direncanakannya secara matang. Atau kemungkinan lainnya mereka yang tak punya penyesalan adalah mereka-mereka yang tak pernah merasa bersalah. Buat apa menyesal kalau tak merasa membuat kesalahan, yekan. Ada yang seperti itu? Banyak. banget. Para koruptor yang masa dipenjara pun tak membuat mereka kehilangan muka untuk tampil kembali di pentas perpolitikan negeri ini setelah mereka bebas. Juga seperti pengurus PSSI yang kejadian tragedi Kanjuruhan pun tak membuat sebagai sebuah penyesalan besar yang harus dibayar secara lunas. Juga seperti jendral polisi yang dilucuti jabatannya dan disidangkan secara terbuka tapi penyesalan bukanlah jalan ninjanya. Juga para kolega jendral lainnya yang tak risih kawan jendralnya yang ketika terpeleset karena kasus dan terungkap punya rekening gendut yang asal-usulnya diperbincangkan seluruh khalayak. Banyaklah, tak bisa disebut satu persatu mereka-mereka yang tergolong dalam golongan yang tak pernah menyesal karena sekalipun mereka tak merasa berbuat salah.
Kalian ikut yang mana? Bagian pertama, yang punya penyesalan dan kalian simpan dalam-dalam? Atau bagian kedua, yang punya penyesalan dan menjadikannya penyesalan itu sebagai pelajaran hidup untuk terus melangkah? Tak apa jika kalian salah satu atau malah keduanya, asal jangan bagian dari mereka yang tak pernah menyesal karena tak merasa pernah melakukan kesalahan.
Saya memilih yang kedua sih. Ada penyesalan yang saya sesali hingga kini. Tapi ya gimana, pengin punya mesin waktu untuk memperbaiki kesalahan yang disesali itu, sayangnya mesin waktu itu masih di area fiksi, sementara realitanya adalah hari demi hari terus berjalan, dan hari ini pun kalendar sudah harus digantikan dengan yang baru: 2023.
Semoga di tahun mendatang, kita dimudahkan dan dilancarkan untuk bertindak dan mengambil keputusan, dimudahkan pula untuk mengenang penyesalan dan tak larut berkepanjangan dalam penyesalan.
[kkpp, 01.01.2023]