Urusan ditolak sebenarnya urusan yang sederhana. Ditolak cintanya, ditolak lamarannya, ditolak ajakannya. Apalagi? Banyaklah. Segala sesuatu yang tidak secara otomatis bisa ‘klik’ melibatkan kedua belah pihak selalu menyimpan dua potensi: diterima atau ditolak. Jadi mestinya ya urusan ditolak adalah hal yang sederhana dan wajar. Tetapi penyikapan atas penolakan itulah yang terkadang membuatnya menjadi rumit.
Beberapa waktu lalu melintas di linimasa twitter saya, urusan sepele yang kemudian viral. Si kakak korban yang tidak terima adiknya jadi korban fitnah teman cowoknya, memposting kisah adiknya yang difitnah sedemikian rupa oleh cowok yang ditolak cintanya. Mestinya ya wajar, ketika cowok mengungkapkan perasaannya pasti menyimpan dua potensi: diterima dan ditolak. Menjadi rumit, ketika si cowok ditolak, ia tak cukup menyimpan kisah itu untuk dirinya saja, tapi malah mereka-reka kisah tentang si cewek kepada siapa saja di sekitarnya. Kisah rekaan itu sampailah ke telinga sang kakak dari cewek yang kemudian tidak terima dan lantas mengambil langkah-langkah lanjutan yang kemudian menjadi viral. Rumit.
Hari Rabu yang lalu (18/5), pabrik di kawasan Gempol Pasuruan, didemo oleh warga sekitar. Apa pasal? Banyak isu yang diminta, salah satunya warga yang ditolak jadi karyawan harus diterima. Bagi pendemo, adalah wajar warga sekitar pabrik diprioritaskan jadi karyawan. Bagi pabrik, warga yang ditolak mungkin karena memang tidak tersedia posisi yang sesuai atau memang warga yang ditolak tidak memenuhi kualifikasi posisi yang dibutuhkan pabrik.
Di hari sebelumnya dan beberapa hari setelahnya, 800.852 peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri harus mengikuti ujian. Tahun 2021 sebelumnya, peserta UTBK yang sama, mereka yang diterima kelompok ujian Saintek hanya 25.28%, kelompok ujian Soshum 22.15%, dan kelompok ujian Saintek dan Soshum (campuran) yang diterima 25.54%. Yang kisaran 75% kemana? Ya ditolak. Belum pernah terdengar bahwa mereka yang ditolak bakal melakukan demo. Mereka bersiap untuk ikut jalur penerimaan lainnya, mendaftar perguruan tinggi swasta, atau mengikuti SBMPTN tahun berikutnya.
Di minggu yang sama, seorang warga negara Indonesia ditolak masuk ke Singapura. Menjadi heboh karena banyak yang tidak terima dengan penolakan tersebut. Padahal mestinya ya biasa saja. Tahun 2003-an, seorang kolega di kantor mestinya berangkat ke Amerika Serikat untuk urusan pekerjaan. Tak jadi berangkat karena ditolak Kedubes AS tanpa penjelasan resmi. Penjelasan tak resminya, karena sang kolega di dokumen paspornya tempat kelahirannya sama dengan para pelaku tragedi bom Bali 2002.
Ditolak urusan biasa. Menjadi tak biasa buat mereka yang terbiasa merasa diistimewakan, merasa punya akses kuasa, merasa punya dukungan massa. Menjadi lebih berbahaya, jika perasaan istimewa itu kemudian dipupuk oleh tukang provokasi yang bisa menyiramkan bahan bakar apa saja. Termasuk jualan agama.
Siapa tukang provokator itu? Droneemprit, akun pengamat keriuhan twitter menggambarkannya dengan jelas. Sila mampir ke sini.

Ditolak urusan biasa. Seperti tolak linu atau tolak rindu itu urusan biasa. Atau seperti angin, ditolak malah jadi pilihan orang pintar. Atau malah ditolak (penginnya) jadi angin ribut?
[kkpp, 21.05.2022]