Aku ingin melipat senja, seperti Sapardi melipat jarak untuk memproklamasikan bahwa Jakarta itu adalah cinta yang tak hapus oleh hujan pun tak lekang oleh panas, sekaligus menandaskan bahwa Jakarta itu kasih sayang.
Nyatanya, Jakarta itu senyap. Meski begitu, Sapardi benar: Jakarta dengan diammu adalah ruang lapang seluas angan-anganku. Bagaimana tidak? Dimana-mana kutemukan bayangmu. Di mall yang tak pernah sepi pengunjung, di antrian studio ex-ex-one hingga pada layar-layarnya, di parkiran yang tak menyisakan ruang, di balik rak-rak toko buku tempat sepasang kekasih saling membaca puisi cinta dari sebuah antologi, di jalanan penuh berdesak kendaraan, pada mural tembok-tembok tak bertuan, pada langit-langit kelabu, pada air hujan menetes perlahan pada kaca mobil, pada kedai kopi yang sesak tak kebagian meja.
Senyap. Jakarta itu senyap. Tak terdengar apa yang ingin aku dengar meski hanya sebagai bisikan: Kamu cengeng, Mas.
[kkpp, 12.09.2018]
Catatan: Terinspirasi dari Sapardi Djoko Damono dengan novel triloginya: Hujan Bulan Juni – Pingkan Melipat Jarak – Yang Fana adalah Waktu