
Jingga dan Jakarta. (Foto punya sepupu, Heru AK yang diposting sore ini (3/11) di akun Path-nya. Dipublikasikan di sini atas seijinnya)
Pagi memanggil kota yang lelap ini
Dia bertanya bagaimana hari mu
Hari ini dari hariku? Bagiku hari ini Jakarta ramai tapi hatiku (tak lagi) sepi. Meski langitnya kelabu tapi terasa merah jambu.
Apa kabar mimpi-mimpi mu
Apa kau tinggal begitu saja
Apa kabar angan-angan mu
Hari ini
Lupakan sejenak tentang mimpi. Lupakan sejenak hanya untuk hari ini. Karena hari ini terlalu penting untuk bersembunyi dari kejaran rasionalitas dari masa lalu yang tak bisa dikembalikan untuk mengubah kejadian di masa itu.
Bagaimanapun mimpi dan angan adalah milik kelabu sedangkan hari ini sepenuhnya milik merah jambu. Hari ini dan hati ini sepenuhnya milik merah jambu yang membiru.
Senja menyambut kota yang lelah ini
Dan dia bertanya bagaimana hari muApa kata hati kecilmu
Mengapa tak kau ikuti saja
Apa isi dari benak mu
Hari ini
Terkesiap lantas menyeru: Berhenti, berhentilah Sang Waktu!
Biar kunikmati saja hari ini tanpa mengingat kemarin apalagi mempersiapkan esok. Merah jambu ini menghipnotisku hingga jingga senja membangunkanku. Sang Waktu tak menggubrisku. Menoleh kepadaku pun tidak, Sang Waktu berlalu tanpa ragu. Aku terpaku luruh bersama merah jambu merasai petrichor, aroma khas hujan pada tanah kering, lima ratus delapan puluh satu hari tak terairi.
Larut.
[kkpp, 03.10.2016]
- terinspirasi dari lirik lagu Maudy Ayunda: Jakarta Ramai. Kutipan-kutipan di atas sepenuhnya diambil dari lirik lagu itu, sedangkan teks lengkap lagu itu bisa dibaca di sini.