Dji Sam Soe. Ada yang gak kenal? Masak sih? Padahal ia adalah varian merk legendaris punya salah satu pabrikan rokok yang telah bertahan melebihi hitungan abad lho. Coba tanya ke kios penjual rokok manapun, sepertinya tidak bakal tertukar deh.
Dji sam soe adalah penyebutan angka 234 dalam bahasa Hokkian (bisa dibaca di sini). Angka berurutan yang jika dijumlahkan berjumlah sembilan. Angka yang dipercayai oleh Lim Seeng Tee, sang pendiri HM Sampoerna, sebagai angka keberuntungan.
Konon, di House of Sampoerna, yang merupakan pabrik cikal bakal HM Sampoerna yang saat ini dirupakan sebagai museum (termasuk salah satu museum layak dikunjungi di Surabaya) dan masih beroperasi normal layaknya sebuah pabrik, karyawan yang memproduksi rokok di sana dipertahankan sejumlah 234 orang. Bener gaknya saya tidak bisa memastikan. Lha belum pernah ngabsen jeh bener gak sejumlah itu. Beberapa kali saya datang ke sana mengantar kawan, saya datang pas malam. Pas operasional pabrik linting rokok tidak bekerja. Hanya tinggal museum dan restorannya.
Dulu, pada sebuah era sebelum HM Sampoerna dibeli perusahaan multi international, saya akhirnya membenarkan bahwa sedemikian penting angka sembilan itu bagi keluarga Sampoerna. Lha bagaimana tidak, semua kendaraan punya Sampoerna jika dijumlahkan angka pada nomer kendaraannya, maka semua akan bermuara pada angka sembilan.
Contoh: L1827XX. Satu ditambah delapan ditambah dua ditambah tujuh sama dengan delapan belas. Delapan belas terdiri satu dan delapan. Dijumlah? Sembilan.
Percaya gak percaya, akhirnya waktu itu saya mulai belajar menghitung nomer kendaraan yang keluar masuk di pabrik HM Sampoerna di kawasan Sukorejo, Pasuruan. Berulang kali dan tak pernah meleset. Benar begitu dan sebaliknya, bahwa jika ada kendaraan yang keluar masuk pabrik Sampoerna yang jika dijumlah bukan sembilan berarti adalah tamu. Pernah kejadian, suatu ketika dapat parkir yang istimewa, semata karena karena kendaraan dinas yang saya pakai kebetulan mempunyai angka plat-nomernya adalah 207. Berjumlah sembilan dan dikira saya karyawan di situ dan bukan tamu. Tapi itu dulu, sebelum Sampoerna diakuisisi Philip Morris International.
Kini entahlah apakah budaya itu masih dipertahankan atau tidak.
Hehehe, postingan ini bukan bermaksud ngiklan sih ya. Apalagi rokok. Soalnya saya juga masih punya draft postingan yang judulnya kira-kira: berhenti merokok itu mudah. Jaman sembilan belas tahun merokok pun, dji sam soe bukanlah rokok saya. Hanya sekali waktu saja. Saat pengin atau pas tak ada rokok kebiasaan saya. Saya sih termasuk yang percaya bahwa para perokok itu biasanya loyal kepada rokoknya. Kalau tak ada di sebuah kios, biasanya mereka mencari dulu ke kios sebelah. Baru kemudian beli yang lain setelah putus asa tak menemukan rokok yang dicarinya.
Lantas mengapa saya memilih tulisan ini. Kebetulan saja sih ya. Nemu idenya juga barusan setelah seharian yang padat. Nonton streaming final NBA 2016 game ketujuh yang mengantarkan Cavaliers juara kali pertama. Setumpuk kerjaan di kantor. Tarwih bersama si bungsu di masjid langganan tarwih selama ini. Meski telat separuh, lanjut nonton Battle of Bastards-nya Game of Thrones, yang menyisakan satu episode season finale minggu depan. Nulisnya sambil melihat Grand Final The Voice Indonesia 2016 di RCTI yang kemepyur gara-gara RCTI tidak ada sebagai salah satu channel di Orange TV dan FirstMedia. Serta (nanti) masih ada Euro yang mempertemukan Inggris vs Slovakia.
Bagaimanapun hari ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Saya tak kuasa, angkanya terlalu cantik untuk tak dibuat postingan tagar. Ya, sayang untuk dilewatkan, meski saya tak punya simpanan quote untuk dikutip hari ini sebagaimana postingan tagar angka yang lainnya.
Ya, sayang dilewatkan, semata bahwa saya masih menghitung. Hari ini adalah hari ke-234. Dji sam soe.
[kkpp, 20.06.2016]