Di pasar, sebut saja begitu, untuk pasar kaget di perumahan saya yang hanya buka pas pagi hari saja, sebagaimana biasanya pembeli datang bergegas berburu kesibukan pagi. Ada yang pakai mobil, motor, pakai sepeda, pun jalan kaki.
Kesibukan itu yang biasanya menemani pemandangan saya berlari menyelesaikan beberapa putaran sebelum mengantarkan Nuha dan Varo sekolah.
Pas putaran terakhir, tak jauh dari posisi saya, ada motor matic terjatuh.
Kaget! Ternyata saat membantu mendirikan motor yang terjatuh itu, ada anak yang tangisnya tertahan, terbaring terhimpit di bawah motor. Tangis si anak pecah saat motor sudah diberdirikan.
Sontak, satu pasar misuhi sang ibu teledor. Sudah jatuh, dipisuhi sakpasar.
Lha iya, bagaimana bisa seorang ibu meninggalkan anaknya yang masih balita menunggu di sepeda motor matic-nya. Entah, bagaimana bisa meninggalkan anak di motor yang di parkiran. Demi kepraktisan? Ogah direpoti anak yang akan tertarik dengan ini itu dagangan yang dijajakan? Atau demi kebiasaan, toh kemarin-kemarin seperti itu juga tidak ada kejadian apa-apa.
Mungkin saja. Entahlah. Karena saya segera bergegas menyelesaikan lari yang tertunda tanpa tahu akhir cerita.
Bagaimanapun, tanpa tahu niat si ibu, siapapun di pasar sudah menjatuhkan sangsi moral buat si ibu teledor itu: dipisuhi sakpasar.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah jatuh dipisuhi sak pasar.
[kkpp, 06.04.2016]