Kisah Kehidupan

Berhenti Merokok Itu Mudah

Hari ini, tiga tahun sudah saya berhenti merokok. Jika Anda masih ingat postingan di blog saya kemarin (bisa baca di sini) serta menautkannya dengan keberadaan postingan ini, maka sedikit banyak Anda telah mengenal saya, hihihi.

Ya, Anda benar. Saya memutuskan berhenti merokok pas kejadian tiga tahun yang lalu sebagaimana di postingan saya itu.

Tak ada niatan sebelumnya. Saat itu Jakarta telah larut dan saya sudah berada di luar stadion Gelora Bung Karno Jakarta, masih dengan sensasi yang tak terlukiskan. Sapaan saudara semerah terdengar di sana-sini. Tawa renyah mewarnai udara Senayan. Tak ada sedikit pun terkontaminasi perasaan kecewa.

Sambil menunggu kawan-kawan tret-tet-tet BIGREDS Surabaya (bisa baca di sini),  saya menyalakan rokok yang seolah sejak di dalam stadion tadi terlupakan.

Sebatang rokok terasa cepat hampir habis manakala seseorang menghampiri dan menyapa, “Cak, masih punya rokok?”

Baca lebih lanjut

Standar
Liverpool, Travelling

Tret-tet-tet: Dari Bon Jovi hingga Rolling Stones

Selamat pagi Jakarta!!

Masih ngantuk. Tadi malam (Sabtu malam (12/9) hingga Minggu dinihari) barusan nobar di Rolling Stones Cafe, jalan Ampera Raya. Baru pertama kalinya nobar di sana, di sebuah kawasan di Jakarta yang saya akrabi dua tahun belakangan ini. Kemang – Ampera Raya – Citos.

IMG_4149

Datang kepagian di Rolling Stones Cafe

Hasilnya? Kalah. Dengan kondisi Liverpool sekarang, harapan tentang Liverpool juara masih terpelihara meski terasa muskil. Harapan selalu ada. Dari musim ke musim, sebagaimana bermusim-musim yang lalu. Dan kini, jangankan juara, menang ataupun berharap permainan cantik nan brilian adalah sebuah anugerah selama Brendan Rodgers sebagai manager LFC. Baca lebih lanjut

Standar
Kisah Kehidupan, Liverpool, Social Media

Berdamai dengan Sesal

Perjalanan kehidupan adalah rute atas berbagai pilihan. Disadari atau tidak, terpaksa atau tidak, rasional ataupun tidak, kita menjalani kehidupan saat ini karena pilihan-pilihan yang telah kita buat di masa lalu. Demikian halnya kehidupan kita di masa datang adalah konsekuensi dari pilihan-pilihan yang kita buat di masa kini.

Perjalanan kehidupan memang terdiri atas persimpangan-persimpangan jalan. Kita (tinggal) memilih ke kiri, atau ke kanan, atau tetap lurus. Baca lebih lanjut

Standar
film, Liverpool, Resensi

Across The Universe

MV5BMTIyNzkyODI0M15BMl5BanBnXkFtZTcwODYzMzc1MQ@@._V1._SX100_SY136_Gara-gara channel walking (halah, ada yang nemu padanan katanya dalam bahasa Indonesia yang pas?) di suatu tengah malam, akhirnya saya melabuhkan pilihan di suatu channel saat melihat ‘TIA sign’ – lambang This is Anfield di salah satu adegan. Lambang yang diakrabi oleh penggemar Liverpool FC itu ternyata berada di kamar Jude (diperankan Jim Sturgess), tokoh utama film itu yang mengambil setting tahun 1960-an. Across the Universe, judulnya. Saya cukup menikmati film ini. Buktinya saya yang hanya awalnya mencari saluran tivi sekedar mencari kegiatan sebelum menanti kantuk datang, malah melek hingga akhir cerita.

Ceritanya cukup sederhana sebenarnya. Kisah anak yang hanya diasuh sang ibu-single-parent di kota Liverpool mencari sang ayah ke Amerika. Maksud Jude kesampaian. Meski sang ayah tak seperti dalam bayangan. Jude kemudian malah jatuh cinta pada Lucy (diperankan oleh Evan Rachel Wood), adik dari kenalan saat pencarian sang ayah. Kisah cinta sejoli ini, diwarnai demo, karena Lucy kemudian jadi aktivis anti perang Vietnam. Untuk menguatkan setting, sempat ada potongan kisah meninggalnya Martin Luther King.

Dengan cerita yang sesederhana itu, saya menikmati tiap adegan film berdurasi 133 menit ini karena suasana setting 60-an yang kuat terbangun plus serasa nonton “film-klip” – kalau cuma sebentar kan video klip, nah ini sepanjang film) – nya The Beatles. Sempat gak ngeh sih awalnya. Tapi saat tersadar bahwa memang film ini adalah film musikal yang banyak menggunakan lagu-lagu The Beatles, di pertengahan film saya jadi sempat menebak-nebak kaitan tokoh utama, Jude dan Lucy, dengan lagu yang terkait, yang memang kemudian muncul di menjelang akhir cerita. Hayo, sudah tahu kan, lagu yang mana?

Di akhir cerita, dugaan saya bahwa film ini adalah film jadul – karena setting dan happy ending –  ternyata salah besar. Cukup kaget saat membaca ternyata film musikal yang disutradarai Julie Taymor ini adalah buatan tahun 2007. Bahkan sempat dinominasikan meraih Oscar untuk kategori “Best Achievement in Costume Design” dan nominasi Grammy untuk kategori “Best Compilation Soundtrack Album for Motion Picture, Television or Other Visual Media”.

(kkpp, 24 September 2009)

Standar