Indonesiana, Kisah Kehidupan, Lawan Korupsi, Politik

Agatha Retnosari: Politik Jalan Sunyi

Seumur-umur nge-blog, belum sekalipun saya membuat postingan yang bersifat wawancara. Baru kepikiran sekarang.Itu pun bukan wawancara bertemu empat mata, melainkan wawancara dengan memanfaatkan fasilitas chatting via WhatsApp. Meskipun secara teknis mudah, yang agak sulit adalah menyesuaikan waktu karena bagi saya wawancara sebaiknya sejak awal telah dikondisikan pada suatu waktu yang diperjanjikan dan subyek wawancara sudah memahami bahwa chatting tersebut akan saya publish di blog ini.

Untuk wawancara yang pertama ini, adalah seorang kawan, Agatha Eka Puspita Retnosari, nama lengkapnya. Iik, begitu kami biasa memangilnya, dan ia menuliskan namanya sebagai calon legislatif DPRD Jatim, daerah pemilihan (dapil) Surabaya-Sidoarjo, dari Partai PDI Perjuangan (PDIP) nomer urut 3, dengan menggunakan nama yang lebih singkat: Agatha Retnosari. Baca lebih lanjut

Standar
Indonesiana, Politik

Serigala

Bagaimana kita mendengar pertamakali tentang serigala? Dari ensiklopedia atau dari kisah dongeng?

Yang kedua sepertinya yang paling banyak. Untuk mendapatinya satu persatu tentang berbagai kisah itu, ada yang sudah bersusah payah mengumpulkan di sebuah laman. Sila mampir ke sini untuk tahu lebih dalam.

sweeperDari kisah dongeng itu, bagaimana kemudian kita mempersepsikan si serigala? Baca lebih lanjut

Standar
Bahasa, Indonesiana, Politik

Menjilat Matahari

Frase yang menjadi judul tulisan ini: ‘menjilat matahari’ tentunya dipopulerkan oleh God Bless, salah satu grup musik legendaris tanah air yang identik dengan vokalisnya: Achmad Albar.

Menjilat Matahari adalah salah satu lagu di album Raksasa, album keempat God Bless yang dirilis tahun 1989. Baca lebih lanjut

Standar
Indonesiana, Kisah Kehidupan, Politik

Multitasking

komputerKonsep multitasking dipahami sebagai melaksanakan beberapa fungsi dalam suatu kurun waktu yang sama. Di dunia komputer, konsep ini dikenalkan oleh IBM pada tahun medio 1960-an. Karenanya pada saat ini, sekian dekade setelahnya, kita bisa menyiapkan sebuah dokumen presentasi, bersamaan dengan mengunduh file, sekaligus sambil mendengarkan musik, ketiganya dilakukan oleh komputer pada saat bersamaan dengan menjalankan berbagai program yang dibutuhkan.

Bagaimana dengan manusia? Apakah bisa melakukan fungsi multitasking ini? Baca lebih lanjut

Standar
Indonesiana, Politik

Presiden Truk Gandeng

Pernah merasa gemas saat mengendarai kendaraan di jalur Jombang-Kertosono atau Nganjuk-Caruban, atau jalur setipe lainnya? Gemasnya dikarenakan ada truk gandeng beriringan tepat di depan kita. Besar dan lambat, sementara kita terpuruk di belakangnya. Bersama debu dan asap engine yang terengah.

Mau disalip kondisi tidak memungkinkan, mau disabar-sabarkan, kok ya kepikiran kapan sampainya jika terus menguntit di belakangnya. Sebagian besar kemudian memilih menyalip saja. Nunggu saat yang tepat, atau nekat melawan marka yang tak putus-putus. Bisa saja langsung bablas lancar jaya, atau bisa ketilang pak polisi di kawasan itu yang teliti mengamati marka, atau malah menjadi sumber kecelakaan.

Bandingkan dengan di luar negeri... (pic source: http://glamgirlcars.com/car-tuning/truck-tuning-ride-the-best-truck/)

Iseng-iseng saya mengamati catatan perjalanan di GPS saya. Untuk Surabaya-Madiun yang menempuh 160-an kilometer ditempuh kecepatan rata-rata 40 km/jam, padahal kecepatan maksimum yang tercatat adalah di atas 100-an km/jam (saya malu menuliskan kecepatan sebenarnya, hihihi). Sementara jika pas di belakang truk gandeng, bisa dapet 30 km/jam adalah sebuah kemewahan.

Saya maklum sih mengapa mereka lambat. Dimensi yang besar, ditambah dengan konfigurasi gandeng, pasti membutuhkan skill mengemudi tersendiri. Belum lagi dengan beban penuh yang dua kali beban truk biasa pasti menguras torsi mesinnya. Lebih-lebih ketika di tanjakan maupun tikungan.

Tetapi jangan lupa, lihat juga resikonya. Berapa banyak kecelakaan melibatkan truk gandeng. Di tahun ini saja, sudah banyak kejadian yang melibatkan truk gandeng. Tanggal 11 Juni yang lalu, terjadi kecelakaan yang melibatkan dua truk gandeng bernopol L dengan satunya bernopol B di jalan tol Slipi arah Tomang. Di hari yang sama, tapi di jalan raya Sukowati, Sragen, truk gandeng yang melintas ditabrak dua kendaraan MPV. Tiga hari sebelumnya, kecelakaan kali ini terjadi anatara truk gandeng yang memuat drum menabrak tru tangki air yang sedang mengganti ban, satu orang meninggal menjadi korban. Tanggal 24 Februari, kali ini di ruas tol Cawang. Sementara di penghujung tahun kemarin, tiga hari menjaelang pergantian tahun 2011, truk gandeng memuat tepung batu putih seberat 31 ton terguling di jalur Kudus-Pati. Sembilan hari kemudian, kecelakaan truk gandeng juga terjadi di Cengkareng. Begitu banyak cerita tentang itu yang bakal menghabiskan banyak alinea.

Saya jadi mikir, siapa sih yang punya ide bikin truk gandeng? Ide utamanya mungkin sekali jalan bisa memuat lebih banyak muatan. Lebih ekonomis daripada menggunakan dua unit truk biasa. Tetapi tidakkah itu kemudian banyak mengganggu banyak kepentingan bersama. Apalagi di negeri kita, infrastruktur masih belum menunjang pengoperasian truk gandeng. Seandainya saja, truk gandeng hanya digunakan dari sebuah kawasan industri ke pelabuhan melalui jalan tol khusus, mungkin nilai gunanya bisa terasakan.

***

Perasaan gemas di alinea pembuka, juga saya rasakan sekarang. Gemas terhadap kepemimpinan RI-1 saat ini. Dengan legitimasi yang digenggamnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tak cukup tangkas membawa  negeri ini. Agak-agak mirip sopir truk gandeng. Kendaraannya berat dan terseok melewati jalanan berliku dan mendaki. Nggereng tapi cuma menghasilkan asap yang mengepul menambah polusi.

Sang sopir enggan menurunkan muatan yang memberatinya. Lupa bahwa tujuan sebenarnya adalah segera sampai ke tempat tujuan dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan lain di belakangnya yang juga ingin segera sampai ke tempat tujuan.

Jadi Pak Sopir, segeralah bertindak! Minggir sejenak, buang muatan tak perlu untuk menyelamatkan muatan yang lebih berharga lainnya. Atau, ganti kendaraan saja yang lebih tangkas dan sesuai untuk kondisi negeri ini yang tertatih di jalanan berkelok dan mendaki. Daripada mogok di tengah jalan lho …

Atau kita bersiap mencari sopir yang lebih sesuai. Yang lebih trampil mengemudikan amanah berat dari rakyat …

[kkpp, 22.07.2011]

Standar
Indonesiana, Politik

Dialog Ala Dunia Kicau: GM vs ST

Salah satu fasilitas di twitter adalah ‘mention’. Fasilitas ini biasanya digunakan agar si empunya akun memberikan atensi dan biasanya pula lantas menimpalinya. Bayangkan, apa yang terjadi jika fasilitas itu digunakan secara resiprok? Benar! Sebuah dialog yang bisa diikuti oleh para follower masing-masing. Sebenarnya bisa saja dialog itu dilakukan keduanya melalui jalur privat karena twitter menyediakan fasilitas direct message alias DM.

Siang menjelang petang itu (15/7), dua seleb twitter yang kebetulan keduanya saya ‘follow’, saling me-mention. Jadilah, dialog itu muncul di-timeline saya. Yaitu antara Goenawan Mohamad (selanjutnya disebut GM) a.k.a @gm_gm dan Sudjiwo Tedjo (selanjutnya disebut ST) a.k.a Don Tejo Corleoncuk a.k.a @sudjiwotedjo.

Sebagaimana definisi seleb twitter, dialog itu juga diikuti oleh puluhan ribu follower masing-masing.

Atas permintaan kawan, saya mencoba mengkompilasinya. Agak sulit, karena kompilasi itu dilakukan empat jam setelahnya. Sambil ditemani album barunya KLa Project yang saya putar berulang-ulang, susunan dialog itu adalah sebagaimana di bawah. Mungkin ada yang terlewat, semata karena ketidaktelitian saya memilah tweet yang bersliweran, karena keduanya juga menimpali beberapa follower yang ikut nimbrung pada saat dialog masih berlangsung.

Selamat menikmati, semoga bermanfaat untuk Indonesia yang lebih baik.

***

Diawali oleh GM (sepertinya ada yang terlewat, bisa saja lewat DM atau reply, saya tak tahu, karena sebelum tweet itu, GM tengah membahas film impor sementara ST membahas sebutan baru untuk PD sebagai ‘bokap’)

GM

GM: @sudjiwotedjo Pers mendukung demokrasi bukan krn butuh banyak iklan. Wartawan2 Indonesia berani dipenjara utk kebebasan bersuara.

GM: @sudjiwotedjo: mengatakan bhw demokrasi itu “bullshit” itu memanfaatkan demokrasi.

ST: Heuheu tp di monarki konstitusional jg bs gitu RT  @gm_gm:  @sudjiwotedjo: mengatakan bhw demokrasi itu “bullshit” itu memanfaatkan demokrasi.

GM: @sudjiwotedjo Monarki konstitusionil itu sistem politik yg demokratis: Inggris, negeri2 Skandinavia, Benelux, Jepang.

ST: Mas @gm_gm makanya yg saya cari adalah gabungan demokrasi ma apa gitu…Kekuatan monarki,begitu lahir..calon raja ud kaya raya..

GM: Yang tak suka demokrasi dan pers bebas, silakan hidup di Korea Utara atau Arab Saudi.

ST

ST: Mas @gm_gm kelemahan demokrasi kebenaran/kekuasaan diukur dari banyaknya org..makin banyak makin bener..ini yg aku gak sreg..

ST: Mas @gm_gm kelemahan lain demokrasi..asumsi manusia sama..aku gak sreg..faktanya manusia gak sama..

 

GM: @Toondy @sudjiwotedjo Asumsi demokrasi bukan manusia sama. (justru perbedaan dihormati)tapi manusia hrs diperlakukan setara

 

ST: Mas @gm_gm faktanya, manusia ada yg cm mikirin diri dan keluarganya (kesadaran sudra dan paria), ada yg mikirin kelompoknya (weisya) dst dst

ST: Nah di dlam demokrasi, mas @gm_gm , org berkesadaran sudra jg bisa jadi pejabat publik, anggota DPR dll..itu aja ganjelanku 10 tahun trakhir

GM: @sudjiwotedjo Demokrasi bisa salah pilih pemimpin, sebab itu dlm demokrasi pemimpin dibatasi perilakunya dan masa kekuasaannya.

GM: Mayoritas bisa menindas minoritas, tapi demokrasi menjaga kelanjutan politiknya dgn memungkinkan minoritas bisa dilindungi dan berjuang.

ST: Mas @gm_gm justru di situlah..org berkesadaran Sudra (cuma mikir diri sendiri) masa’ suaranya diperlakukan sama dgn Ksatria (mikir negara)

GM: @sudjiwotedjo Bagaimana mengukur dan menentukan siapa yg berkesadaran “sudra”? Dan siapa yg berhak menentukan?

ST: Mas @gm_gm saya pernah usul agar guru2 besar psikologi bikin fit and proper test sedemikian..sehingga org2 berkesadaran sudra/paria failed

GM: @sudjiwotedjo (1) ilmu psikologi itu terbatas jangkauannya. (2) dan siapa nanti yg berhak memilih pakar2 itu, supaya tak dimanipulasi?

ST: Mas @gm_gm minimal yg bisa lolos untuk bertarung kampanye jadi pejabat publik adalah org2 berkesadaran minimal weisya (memikirkan kelompok)

ST: Heuheu dialogku ma mas @gm_gm diberkati Tuhan..terbukti muncul avatar2 cantik2 nimbrung..Matur nuwun Gustiallah cc @candramalik @nananghape

GM: @sudjiwotedjo Alhamdulillah!

GM: @sudjiwotedjo Mari rayakan avatar yg cantik dan tak cantik. Pokoknya dialog kita kayaknya asyik ya?

ST: Iyo Mas..ayuu ayuu juancuk Tuhan asyiik RT @gm_gm@sudjiwotedjo Mari rayakan avatar yg cantik dan tak cantik. dialog kita kyknya asyik ya?

GM: Kita kecewa dgn keadaan kini. Tapi hanya bbrp tahun y.l., ribuan orang dibunuh dan dibuang, pers dibungkem.Tanpa demokrasi.

ST: Btw Mas @gm_gm aku yakin kelak psikologi akan bisa ngecek sudra/tidaknya org..klo tidak gak mungkin Hindu pernah ada

GM: @sudjiwotedjo Dlm sistem kasta macam di India, penindasan atas kaum sudra dan paria diberi dalil agama, dan mengerikan.

ST: Mas @gm_gm itu setlah sudra dll berkembang sebagai kasta sosial/strata..bukan orisinalnya sebagai kelas2 kesadaran batin

GM: @sudjiwotedjo Mungkin ada bermacam-macam Hindu, sbg(mana.red) juga Kristen, Islam dan Yahudi. Yg saya lihat di India, sistem kasta itu menindas.

ST: Mas @gm_gm dgn penghayatan Hindu Ortodoks itulah saya menjiwai teori Darwin..evolusi tak bareng di suatu masa..tp terus berlaku individually

ST: Mas @gm_gm dlm Hindu ortodok, Sudra yg mencuri ayam mungkin gak dihukum…krn dianggap blm manusia..tp ksatriya nyuri ayam dihukum berat

ST: Mas @gm_gm ,di dalam imaji saya manusia itu kalau minimal ud berkesadaran Ksatria (mikirin banyak org/bangsa)..Makaten..Nuwun

ST: Mas @gm_gm bisa jd saya belum manusia,tp sedang berevolusi jd manusia..Di depan Bang Ruhut Sitompul sy bilang mungkin dia jg blm manusia

GM: @sudjiwotedjo Saya juga belum juga selesai jadi manusia. Padahal sebentar lagi jadi bekas manusia.

ST: #Jancukers asu kabeh heuheuheu…dialog aku ma Mas @gm_gm bukan soal menang2an…tp soal andum basuki…

GM: @de_daunan @sudjiwotedjo Tedjo dan saya sedang tukar pikiran. Bukan bersaing.

GM: Tak ada sistem yg sempurna di dunia. Yg terbaik adalah sistem yg selalu bisa diperbaiki, secara teratur, progresif, dan tanpa kekerasan.

GM: Setelah kekecewaan di mana-mana, disadari demokrasi itu sebuah ideal yg tak 100 % terpenuhi — tapi layak utk selalu digayuh, diupayakan..

GM: Semangat demokrasi adalah menghilangkan tiap bentuk penindasan. Ini perjuangan yg tak boleh berhenti, dlm sistem manapun.

GM: @andriantolui Kita tak boleh berasumsi bhw yg berkuasa akan jujur; demokrasi lahir dari sikap tak percaya bahwa ada pemimpin sempurna..

GM: @gasnar @sudjiwotedjo Benar. Dengan ongkos politik yg mahal, kondisi sekarang memungkinkan oligarki: yg kaya yg bisa berkuasa.

GM: @kadeksasta @sudjiwotedjo Dlm ajaran mulia, ‘varna’ tak akan melaihirkan penindasan. Tapi dlm praktek di India, yg mulia itu dilupakan.

GM: @de_daunan @faisalbasri @sudjiwotedjo Alasan menunda demokrasi seperti itu sama dgn alasan pemerintah kolonial menunda kemerdekaan!

GM: Demokrasi kini masih banyak cacat. Tapi kita punya modal utk mengubah keadaan: kebebasan bersuara dan berpolitik.

GM: @koko_indonesia @sudjiwotedjo Setuju. Perlakuan thd kasta sudra dan paria di Bali jauh beda dari di India.

(itulah tweet terakhir yang saling me-mention. Layaknya warung kopi, keduanya kembali ke kesibukan bahasan tweet masing-masing dan saling tidak terkorelasikan. Sependek ingatan saya, inilah dialog paling lama yang pernah saya ikuti di twitter)

[kkpp, 15.07.2011] 

Standar
Indonesiana, Lawan Korupsi, Politik

Nyasarudin

Masih ingat tentang lagu Udin Sedunia yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Sualuddin, pemuda asal Lombok yang populer menyusul kepopuleran Sinta dan Jojo karena keberadaan situs YouTube?

Jika tidak, berikut adalah liriknya:

ni lagu tentang sebuah nama.. 
kata orang udin nama kampungan 
jadi lagu enak juga didengar 
kalau gak percaya, simak dengan seksama 

udin yang pertama, namanya awaludin 
udin yang suka di kamar, namanya kamarudin 
udin yang hidup di jalanan, namanya jalaludin 
udin penggembala, namanya sapiudin 

moooo…

udin udin, namamu norak tapi terkenal 
udin udin, walaupun norak banyak yang suka hahahaha.. 

udin yang sering ke masjid, namanya alimudin 
udin yang rajin berdoa, namanya aminudin 
udin yang agak stress, namanya sarapudin 
udin yang tidak stress, namanya sadarudin 

udin udin, namamu norak tapi terkenal 
udin udin, walaupun norak banyak yang suka hahahaha.. 

udin yang penjual nasi, namanya nashirudin 
udin yang suka ke wc, namanya tahirudin 
udin yang suka telepon, namanya hapipudin 
udin yang jadi teroris, namanya noordin m top! 

udin udin, namamu norak tapi terkenal 
udin udin, walaupun norak banyak yang sukahahahaha.. 

udin yang terakhir, namanya akhirudin

[Udin Sedunia dipopulerkan oleh  Sualuddin]

Liriknya lucu dan dibawakan dengan kocak. Kira-kira populer di awal bulan Maret tahun ini, bahkan sempat diundang live di panggung musik salah satu televisi nasional. Meski demikian, lagu ini sempat dilarang dengan alasan melanggar estetika karena memperolok orang lain. Lebih lengkapnya baca di sini.

Sebuah kebetulan pula, tiga bulan kemudian, ada beberapa kasus besar yang menjadi perhatian khalayak dan menjadi headline media massa nasional yang menyangkut Udin lainnya. Pertama, adalah kisah tentang Muhammad Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat yang diberhentikan karena diduga terlibat dalam kasus suap, dan kini kabur (atau ‘dikaburkan’) ke negeri tetangga yang sering jadi jujugan tempat pelarian. Udin yang kedua adalah Syarifuddin, seorang hakim yang ditangkap KPK di kediamannya (1/6) karena diduga menerima uang suap atas penanganan sebuah perkara pailitnya sebuah perusahaan.

Keduanya memang masih dugaan. Bukankah selama ini kita senantiasa mendengungkan bahwa kita adalah negara hukum serta menganut azas praduga tak bersalah? Selama belum ada putusan mengikat dari segi hukum, maka selamanya pula kita menduga-duga.

Tetapi seandainya proses hukum itu berjalan penuh rekayasa, jangan salahkan khalayak bila menikmatinya sebagai sebuah kelucuan, sebagaimana menikmati lucunya lagu Udin Sedunia. Bukankah kedua kasus menyangkut dua Udin di atas adalah kasus-kasus yang sering mewakili wajah bopeng korupsi negeri ini, kisah bobroknya politisi ramai-ramai merampok anggaran negara, kisah bobroknya pengadil yang tak adil karena godaan harta? Kemana ending-nya, khalayak bisa menebak: ketawa atas olok-olok atau marah atas olok-olok yang sama.

Seorang kawan di akun twitter-nya sempat menulis:

Bendahara PD yg lagi bingung di singapore namanya nyasarudin

Anda memilih yang mana atas kedua kasus dua Udin di atas: ketawa apa prihatin? Kalau ketawa, jadilah Anda bernama Tawauddin. Kalau prihatin, jadilah Anda bernama Prihatinuddin.

Ah, Udin … Udin ….

[kkpp, 03.06.2011]

Keping Terkait:

Tembak Saja! 

Alangkah (nggak) Lucunya Negeri Ini

Sila mampir juga ke:

– Testimoni Nazaruddin Di-“Posting” di Indonesia 

– Ini Perkara yang Divonis Bebas Hakim S 

Standar
Politik

Pilwali Surabaya 2010: Milik Petahana

Pilwali 2010 …. inkumben pada ghalibnya sulit dikalahkan. Kinerja dan profesionalisme Risma tampaknya sangat menentukan; sebaliknya CACAK  cuma dianggap “ban serep” dan bukan inkumben sebenarnya. Bagaimanapun calon independent (Fitra) tetap membuktikan kehebatannya dengan menguasai 6% massa pendukungnya yang begitu solid dan konsisten. All the best for profesionalism! – Sritomo Wignyosoebroto, 3 Juni 2010.

Kutipan di atas adalah ungkapan dari Pak Momok, mantan Dekan Fakultas Teknik Industri ITS, beberapa saat setelah hasil quick count diumumkan. Pada waktu itu, LSI menempatkan pasangan Tri Rismaharini – Bambang DH unggul dengan prosentase 38,26, disusul Arif Afandi – Adies Kadir (35,38%), Fandi Utomo – Yulius Bustami (13,98%), BF Sutadi – Mazlan Mansur (6,25%) serta Fitradjaja – Naen Suryono (6,13%).

Dalam konferensi persnya, pihak LSI sempat menghimbau agar menunggu hasil perhitungan manual yang dilakukan KPU, mengingat beda antara pasangan terbanyak pertama dan kedua hanya berselisih 2,88% dan sementara sampling error adalah 2%. LSI rupanya takut kejadian sebagaimana pilgub Jawa Timur sebelumnya -yang menempatkan dua pasangan terbanyak hanya berselisih tipis- terulang.

Tetapi ternyata hasil perhitungan cepat itu kemudian tak berbeda jauh dengan yang ditetapkan KPU pada tanggal 8 Juni 2010. “Tepat pukul 00.20, pasangan Tri Rismaharini – Bambang DH ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih,” ujar Eko Sasmito, Ketua KPU Surabaya. Berdasarkan perhitungan KPU tersebut, Risma-Bambang memperoleh 358.187 suara (38,53%), kemudian Cacak (Arif-Adis) memperoleh 327.516 suara (35,25%), Fandi Utomo – Yulius Bustami dengan 129.172 suara (13,9%), BF Sutadi – Mazlan Masnur dengan 61.648 suara (6,63%), dan Fitra-Naen mendapatkan dukungan 53.110 suara (5,71%). Sumber: KPU Surabaya.

Dengan memperhitungkan jumlah suara tidak sah sebesar 39.307 suara, maka total partisipasi suara adalah sebesar 968.940 dari 2.142.900 pemilih terdaftar atau sebesar 45,216 %.

Meski telah dapat dikatakan usai, walau ada beberapa pasang yang masih mengajukan keberatan melalui jalur hukum, hasil pilwali Surabaya ini menunjukkan bahwa pertarungan utama adalah milih pentahana*, incumbent, yaitu mereka yang secara resmi menjabat jabatan pada periode sebelumnya. Pasangan walikota-wakil walikota Surabaya periode sebelumnya dijabat oleh Bambang DH dan Arif Afandi. Sementara BF Sutadi dan Risma adalah pejabat pemerintah kota. Sutadi pejabat Lurah, Camat hingga jabatan terakhirnya adalah Asisten Pemerintahan. Sementara Risma adalah pejabat di Bappeko dan lebih dikenal saat menjadi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (2005-2008).

Bambang DH dan Arif Afandi kemudian berpisah jalan. Arif Afandi memilih partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya. Sementara Bambang DH yang terkendala putusan Mahkamah Konstitusi untuk maju sebagai walikota memilih loyal kepada partainya, PDIP, yang memintanya maju lagi meski hanya sebagai wakil walikota.

Bambang DH kemudian mengajak Risma, salah satu pejabatnya yang banyak mendapat simpati atas keberhasilan yang nyata dirasakan warga. Bagi warga Surabaya, nyata terbayang “taman” = “risma”.

Sementara Bambang berhasil mengajak Risma, Arif Afandi akhirnya menjadi calon resmi dari Demokrat menyisihkan Fandi Utomo dan Wisnu Wardhana, Ketua DPC PD Surabaya yang sudah menjabat sebagai Ketua DPRD. Arif lantas menggandeng Adies Kadir yang juga Ketua DPC Partai Golkar. Sementara Fandi Utomo yang sejak jauh hari sudah beriklan demi menaikkan kepopulerannya kemudian menggandeng partai-partai lain karena ditolak di partainya sendiri. Sementara PKB, salah satu partai besar di Surabaya, memilih Sutadi dan Mazlan Mansur. Ditambah dengan Fitradjaja yang maju dari jalur perseorangan, maka lengkaplah sudah lima pasangan yang bersaing.

Jadi inilah peta perpartaian di pilwali kemarin: PDIP versus Demokrat-Golkar-PAN versus PKB versus koalisi partai yang dipersatukan oleh Fandi Utomo (PKS, PPP, PDS, PKNU) serta versus wacana non-partai yang diusung Fitradjaja.

Lantas, apakah paramater kepartaian menyebabkan seseorang menjadi pemenang? Jangan lupa ada yang mengibaratkan bahwa partai mirip mesin.

Yang jelas, dua teratas adalah dua pasangan pentahana yang berpisah jalan. Jika dijumlahkan, maka dukungan buat Bambang DH-Arif Afandi adalah 73.78%. Belum lagi bila ditambahkan dengan suara BF Sutadi. Jadilah 80.41% dukungan buat mereka yang telah menjabat sebelumnya.

Mengapa bisa sedemikian dominan? Apakah seluruh warga Surabaya telah puas dengan para pejabat-pejabat pemerintahannya? Bisa jadi ya. Bisa jadi juga terpengaruh hukum kelembaman. Takut berubah. Serta kecenderungan untuk memilih yang lebih dikenal.

Maka wajar saja, bila calon yang pentahana lebih dikenal. Media selama tahun-tahun terakhir lebih banyak mewartakan sang pejabat dibandingkan sang penantang yang tidak cukup persiapannya. Tak heran pula, sang penantang haruslah bermodal lebih, sehingga bisa pasang nama dimana-mana agar mengangkat popularitas setara pentahana. Atau kalau mau pintas, ajak saja artis.

Bagaimanapun, Surabaya telah memilih. Risma telah memperoleh legitimasi dari KPU Surabaya. Di sisi yang lain lebih dari 50% warga Surabaya lebih asyik berlibur. Bagi mereka siapapun walikota tak bakal mengubah wajah kota. Mereka seolah lupa, 12 tahun yang lalu, mereka tak bakal bisa memilih calon walikotanya secara langsung karena sudah ada nama yang dititipkan dari rezim.

Di sisi yang lain, sebagaimana dikutip di atas, kehadiran Fitradjaja sebagai calon independen layak diapresiasi. Kemampuan lolos dari jebakan administrasi yang mensyaratkan batas minimal 3% adalah wujud gerakan pro rakyat yang masif. Meski demikian, gerakan itu belum cukup tangguh menggoyang licinnya dunia perpolitikan yang penuh pelumas.

Yang masih misteri hingga kini, berapa sih dana kampanye yang dihabiskan dalam pilwali ini? Dari mana saja?

(kkpp, 11.06.2010)

Standar
Politik

KAAI: Hanya untuk Lima

Kawan, sebagai rangkaian dari berbagai rally diskusi yang telah dijalani sejak pergantian tahun, resmilah sudah Komite Aksi Alumni ITS (KAAI) merilis dukungan untuk mendukung secara penuh pasangan calon walikota – wakil walikota Surabaya 2010-2015 nomor urut 5, yaitu Fitradjaja Purnama – Naen Suryono.

Bertempat di Nen’s Corner Cafe & Resto, Jl. Indragiri no. 5 Surabaya, di hadapan puluhan wartawan media cetak dan media internet, berikut ini adalah pernyataan resmi dari KAAI:

***

” … jadi pejuang yang tak kan kenal letih, membangun negeri … ” (hymne ITS)

Keberadaan Komite Aksi Alumni ITS (KAAI), yang dilahirkan pada bulan Maret 1998, sebagai wahana bagi alumni ITS yang kritis terhadap kondisi bangsa dan negara pada waktu itu, hingga kini tetap eksis di bidang sosial, politik maupun ekonomi kerakyatan.

Bila memperbandingkan kondisi politik era kelahiran KAAI waktu itu, hingga 12 tahun kemudian, tentu saja banyak terjadi perubahan. Kebebasan berkumpul dan berpendapat lebih terjamin hingga mampu menumbuhsuburkan partai politik.

Sayangnya, keberadaan partai politik belum menjawab kepercayaan rakyat. Masih jauh panggang dari api. Nuansa jual-beli suara masih terasa di sana sini. Tidak saja di tataran elit partai, juga terasa pada saat elit partai berupaya mendapat dukungan dari rakyat. ”Persekongkolan” berdalih koalisi pun oposisi lebih banyak terjadi sebagai cara untuk menaikkan posisi tawar antara satu partai dengan yang partai lainnya dengan menafikkan apa yang sebenarnya diinginkan rakyat sebagai pemilihnya.

Begitu halnya harapan untuk melihat partai politik sebagai kawah candradimuka kepemimpinan nasional tak terjadi. Partai lebih banyak mempertimbangkan untung rugi dari sisi materiil dibandingkan mengedepankan proses pembinaan kader secara internal. Bahkan integritas seorang kader yang loyal dan baik ternyata kalah dengan fungsi kekerabatan. Tak jarang pula diberitakan, seorang kader partai tertentu berpindah ke partai lain atas hal-hal yang tidak prinsipil. Keinginan mendapatkan restu dari elit politik, yang kental nuansa orde baru, lebih mengemuka dibandingkan nuansa partai yang sehat karena mengedepankan upaya bottom up yang lebih merakyat.

Menjelang pelaksanaan pemilihan umum walikota Surabaya 2010-2015 ini, KPU telah menetapkan calon-calon kontestan yang memenuhi persyaratan dan bahkan telah melalui pemilihan nomor urut yang akan digunakan. Sebagian besar (tiga dari lima) di antara calon-calon walikota tersebut dekat dengan kami karena mereka adalah saudara kandung. Saudara kandung se-almamater ITS.

Meski demikian KAAI menyatakan dukungan penuh untuk pasangan nomor LIMA, pasangan Fitradjaja Purnama – Naen Suryono, berdasar kedekatan cita-cita historis kelahiran KAAI dengan visi dan misi yang diemban oleh pasangan nomor LIMA tersebut, yaitu pasangan calon walikota – wakil walikota yang diajukan dari jalur independen oleh Konsolidasi Arek Suroboyo.

Sebagai langkah awal, KAAI akan berinisiatif untuk membuka ”DOMPET untuk Fitradjaja-Naen”, sebagai bentuk konkret dukungan tersebut. Upaya ini sejalan dengan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, serta partisipasi aktif dari rakyat pemilik sesungguhnya kedaulatan negeri ini.

Dengan upaya ini diharapkan para alumni ITS (serta simpatisan pendukung calon independen) dapat menyalurkan dananya untuk maksud-maksud pemenangan secara bertanggungjawab. Bukan sebagaimana ke-salah-kaprah-an yang terjadi selama ini, bahwa calon eksekutif dan legislatif adalah mereka yang bisa membeli suara rakyat, serta ke-salah-kaprah-an pula anggapan bahwa siapapun yang tidak bergelimang uang tidak dapat dipilih menjadi pemimpin negeri ini. Padahal seharusnya: SUARA RAKYAT tidak dapat DIBELI!

”DOMPET untuk Fitradjaja-Naen” yang akan mulai digulirkan sejak pernyataan sikap ini, berupaya agar setiap rupiah yang akan dihimpun melalui rekening bank1 maupun penggunaannya akan dipertanggungjawabkan melalui media internet2 dan media cetak.

Semoga atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dan dukungan rakyat, kemenangan pemilihan umum walikota Surabaya 2010-2015 adalah kemenangan rakyat sesungguhnya.

Surabaya, 6 April 2010.

***

(kkpp, 07.04.2010)

Standar
Politik

Inilah Nomor Urut Cawali pada Pemilukada 2010-2015

Bertempat di Kantor KPU Surabaya, Jl Adityawarman Surabaya, sebagaimana dijadwalkan, pada hari Sabtu, 3 Juni 2010, dilakukan pengundian nomor urut calon walikota Surabaya pada pemilukada 2010-2015.

Dengan dihadiri semua pasang, inilah hasil pengundian nomor urut:

pasangan no. 2

pasangan no. 2

pasangan no. 3

pasangan no. 3

pasangan no. 4

pasangan no. 4

lima untuk INDEPENDEN

lima untuk INDEPENDEN

SATU (1) :  BF Sutadi – Mazlan M (PKB-Gerindra)

DUA (2) :  Fandi Utom0 – Yulius Bustami (PKS, PDS, PPP, PKNU)

TIGA (3) : Arif Afandi – Adies Kadir (Demokrat-Golkar)

EMPAT (4) :  Trirismaharini – Bambang DH (PDIP)

LIMA (5) : Fitradjaja – Naen Suryono

Fitradjaja bersama pendukung: DEMOKRASI dari RAKYAT, oleh RAKYAT, dan untuk RAKYAT.

Fitradjaja bersama pendukung: DEMOKRASI dari RAKYAT, oleh RAKYAT, dan untuk RAKYAT.

(kkpp, 03.04.2010)

Standar