Kisah Kehidupan

Nama

“Kalian itu ya, hobbynya ngiloin barang. Ini ya, kita bisa sampai ke bandara tepat waktu ya karena jasanya si Gatot”. Mamet menyergah keheranan Karmen.

“Hah? Gatot?” Ganti Cinta yang keheranan.

“Iya. Mobil ini namanya Gatot. Jangan tanya kenapa. Bokap gue yang kasih nama,” jawab Mamet.

“Iya, kok Gatot ya, Met?” Milly yang masih duduk di trotoar bertanya penuh takjub ke Mamet yang berdiri di antara dirinya dan Gatot.

Mamet menyahut putus asa, “Anaknya aja dikasih nama Slamet … .”

Percakapan di atas adalah penutup scene pembuka Milly & Mamet (Ini Bukan Cinta & Rangga), film besutan Ernest Prakasa (2018). Dari scene itulah penonton diajak meniti jembatan bahwa film tersebut merupakan sekuel dari kisah cinta legendaris Ada Apa Dengan Cinta (AADC). Tokohnya masih sama. Pemainnya masih sama. Mobilnya yang dipakai pun juga sama. Komplit sama dengan plat nomer yang masih sama. Yang berbeda penulis skenario dan sutradaranya.

Saya bukan mau bahas filmnya sih ya, yang dulu pas ditonton di bioskop ataupun pas kemarin ditonton ulang di platform penyedia film sama-sama bikin ngakak. Lha gimana, Ernest banget. Beda banget dengan AADC (2002) dan AADC2 (2016).

Nah, yang saya mau bahas, kok bisa sih Ernest memasukkan nama Gatot jadi nama mobil Volvo yang mengantarkan Cinta and gank ke Bandara Soekarno Hatta buat nguber Rangga yang mau berangkat ke New York. Selain Bapaknya Mamet, ada gak sih yang suka ngasih nama pada kendaraan kesayangannya?

Baca lebih lanjut
Standar
Aksi Alvaro

Frankentuar & Witch-Hazel

Ikan Arwana yang diceritakan pada akhir kisah keping O (baca: “Keping A ke Keping Z”) mati (20/10) tadi malam. Entah mengapa. Padahal dua pompa aquarium yang biasanya jadi tertuduh masih beroperasi dengan normal. Soal kematian sang arwana tak bernama bisa jadi adalah pertanda dan bisa jadi pula kejadian biasa saja. Namanya mahkluk hidup ya akhirnya mati juga. Baca lebih lanjut

Standar
Celoteh Nuha, Kisah Kehidupan

Celoteh Nuha: Nama Lengkapnya Rotiboy

Dari nama lengkap anak saya kedua, nama panggilan yang kami pilih adalah Alvaro, nama depan dari nama lengkapnya yang terdiri tiga nama. Karena terdiri dari tiga suku kata, maka kami kemudian memilih nama singkat “Varo”. Kadang Bundanya memanggil dengan “Al”, kadang tante-tante dan budhe-nya memanggil dengan turunan dari Varo, yaitu “Vayo”, “Va-O”.

Saya sendiri lebih sering memanggil dengan “Le”, turunan dari “tole”, cara orang Jawa memanggil anak laki-lakinya, sebagaimana cara Bapak memanggil saya. Kadang saya memanggilnya “Dik” sebagai pembahasaan untuk Nuha.

Suatu malam, Nuha kemudian berceloteh,  “Yah, sebenarnya nama adik lebih keren kalo dipanggil Boy.”

“Kok bisa?”

“Iya. Adik kan anak cowok dan ganteng. Lebih keren dipanggil Boy daripada Le.”

Aku cuma ketawa.

6971609169_77630e9f4b

Foto ilustrasi pinjam dari http://www.ritualmakan.blogspot.co.id

“Kalau jadi dipanggil Boy, nama lengkapnya Rotiboy,” ucap Nuha tanpa merasa bersalah.

Kali ini aku bukan sekedar ketawa. Ngakak malah. Kok bisa milih nama Rotiboy. Kalau dituntut melanggar hak cipta bagaimana?

[kkpp, 26.05.2011]

Tulisan terkait:

Celoteh Nuha: Ayah, Jangan Pulang Malam!

Celoteh Nuha: Ayam Kakung

Celoteh Nuha: Belajar Memilih

Standar