Kepingan Koratkarit Paling Pojok

"musuh kita adalah waktu yang tak ragu bergerak maju, dan senyummu itu, tertinggal di masa lalu"

Terus Berisik!

Dulu suara dibungkam dengan senapan. Dalihnya suara sumbang merusak persatuan kesatuan. Kini zaman sudah berbeda. Suara sumbang ditenggelamkan oleh keriuhan buzzer bersenapan tanda pagar. Suara keresahan dibiarkan larut dalam keramaian.

“Bikin keramaian baru!” Lalu muncullah pembicaraan baru yang sepele tapi ramai bersahutan padahal fakir esensi. Suara protes dan kritis tak didengar.

“Kalian siapa kok harus didengar,” kata mereka dengan pongah.

Kalau ternyata suara sumbang tak reda, ada jurus doxing dan meretas whatsapp. Ancaman ditebar. Kalau juga tak mempan balik ke jurus lama layaknya kolonial: penjarakan mereka yang bersuara dan tangkap justru mereka yang awam sebagai pelajaran agar para awam takut bersuara biar beringsut layaknya bekicot yang terancam lantas bersembunyi di dalam cangkang hingga suara sumbang kian sunyi tak ada yang mempercakapkan.

Jadi kalau balik ke kolonial begini sudahkah kita bener merdeka?

Jangan lelah suarakan!
Jangan lelah nyanyikan!

Siapa tahu ada yang kemudian ikutan. Ikut menyuarakan keresahan yang sama. Ikut menyanyikan tembang kedukaan nurani mati yang sama. Siapa tahu suara sumbang teresonansikan. Siapa tahu kemudian tergaungkan dan menjadi merdu layaknya paduan suara terorkestrasikan.

Siapa tahu keresahan dan protes kian membesar seperti badai siklon yang memporakporandakan gelondongan para penguasa pongah.

Terus berisik! Terus gaduh! Karena menunggu perubahan dalam kesunyian tak kunjung menjawab keresahan karena penguasa lupa cara mendengar dan sialnya, mereka lupa pula cara menghidupkan nurani yang mati.

Kelak kalau mereka bertanya, “emang kalian siapa?” Kita bisa bercerita ke anak cucu, bahwa kitalah pemilik kedaulatan negeri.

[kkpp, 18.12.2025]

Note: tulisan pernah diposting di akun instagram @tattock_ sebagai bagian Gerimis 30 Hari edisi Desember 2025 pada hari kelima.

Tinggalkan komentar