“Kalau bisa gampang, mengapa dibikin rumit. Entheng-enthengan ae lah.” Seorang kawan bilang begitu ketika saya mensyaratkan Paguyuban ITS93 harus berbadan hukum.
Saya sebenarnya juga sama seperti sang kawan. Saya juga penganut madzhab itu. Simplicity is beauty. Kalau bisa sederhana ya mengapa harus dibikin rumit.

Tetapi di banyak hal bakal menjadi rumit ketika kemudian melibatkan uang. Duit gak duwe dulur, seperti kata Bayu (baca: O-ring ITS93: Bayu Wibisono).
Selama duitnya masih anak-anak, eh, masih duit kecil maksudnya, mungkin bisa dibikin simpel. Jalan saja apa yang disenengi. Perlu ini dan itu, ya tinggal dicari dan dibeli.
Seperti ‘93 Mendadak Tenis’ yang latihan dan bermain tiap Sabtu pagi. Duitnya masih anak-anak. Levelnya aman buat tetap guyub tanpa kerumitan. Meski begitu, tetap saja ada kesepakatan-kesepakatan tak tertulis yang mengikat satu sama lain. Ada iuran tiap bulan yang disepakati, ada pengertian untuk berbagi peran, ada yang mengurusi lapangan, ada yang mengurusi peralatan, ada yang mengurusi pelatih dan ada yang mengurusi keuangan yang membuat laporan sebulan sekali secara tertib. Gampang juga buat urusan makanan yang biasanya dibawa di Sabtu pagi itu. No ribet ribet. Semua bahagia, itulah keguyuban.
Gampang tanpa rumit. Semata karena tidak ada peran duit.
Begitu duitnya membesar, dan duit mulai mengenal filosofinya, bahwa duit gak duwe dulur maka berbeda cerita. Contohnya IKA ITS. Secara formal sudah ada aturan organisasi. Ada AD/ART, ada forum tertinggi yang tertib terselenggara. Tetapi badan hukum belum punya. Apa yang terjadi? Terutama terkait dengan duit dan aset. Aset yang dipunyai organisasi masih diatasnamakan perseorangan. Kalau misalkan ada sesuatu hal, maka organisasi akan kesulitan. Pernah suatu ketika ada pengurus yang ditangkap KPK, yang menyebabkan rekening organisasi ikutan di-freeze. Atau just in case, orang yang menjadi pemegang rekening organisasi berhalangan tetap, bersediakah ahli warisnya mengembalikan ke organisasi? Kalau ahli warisnya nakal ya bisa saja mengklaim rekening organisasi itu sebagai harta yang diwarisinya karena status secara hukum si ahli waris yang benar.
Jadi, kalau beneran Paguyuban ITS93 mengelola keuangan bersama yang jumlahnya besar, pilihan menjadi badan hukum adalah keharusan. Jangan sampai seperti IKA ITS yang baru berbadan hukum di periode ini setelah melewati pergantian Ketua Umum yang berkali-kali.
Menjadi badan hukum ini seperti pilihan menikah resmi atau menikah siri. Eh, benar gak sih? Soalnya saya belum pernah menikah siri.
[kkpp, 17.01.2024]

Tinggalkan komentar