Berakhir sudah euforia berjuta penikmat dan pecinta bola di tanah air seiring kalahnya timnas Indonesia dari Korea 1-0 di fase group Piala Asia 2007. Satu gol balasan tak kunjung datang, meski pertandingan di sebelah menghasilkan kemenangan untuk Saudi Arabia. Andai gol yang ditunggu itu datang -entah dari Ellie Aiboy, atau Firman Utina, atau Bambang Pamungkas, atau dari pemain lainnya- sejarah bakal tercipta dan euforia tetap berlanjut.
Euforia itu berkembang sedemikian setelah kemenangan atas Bahrain, kalah dari Saudi Arabia di menit-menit injury time. Perjuangan tiap pemain, kolektivitas tim dan yang terpenting adalah kesatuan dan semangat berjuta penonton baik yang nonton langsung di Gelora Bung Karno, pun nonton dari layar televisi, juga mencermati online via internet memupuk euforia itu. Kenangan atas prestasi timnas rasanya belum pernah seperti sekarang sebagaimana jaman timnas diasuh Sinyo Aliandoe dan Bertje Matulapelwa.
Namun kini, seiring kekalahan itu, tibalah saatnya untuk terbangun. Bahwa tidak ada jalan pintas bagi sebuah keberhasilan. Tidak ada timnas sepakbola yang bisa berhasil dari liga yang acakadul, liga tanpa pembinaan pemain dengan benar, penegakan hukum yang tak jelas, serta managemen asosiasi (baca: pssi) yang semrawut.
Tak apa. Setidaknya timnas Indonesia untuk Piala Asia 2007 telah menyisakan harapan: bagaimana bisa semangat satu Indonesia -ditengah kecenderungan kepentingan antarklub yang sering gontok-gontokan- bisa dibawa ke semangat keindonesiaan kini. Bagaimana semangat itu bisa menyatukan negeri, bisa menyanyikan Lagu Indonesia Raya secara bergemuruh yang mendirikan bulu roma.
Bangkit Indonesia! Bangkit negeriku! Katakan pada negara asing: Ini kandang kita!
[kkpp, 18.07.2007]
http://anangku.blogspot.com/2007/07/kalah-dengan-kepala-tegak.html
SukaSuka
smoga aja timnas slalu berhasil dan satu lagi jgn pedulikan siapa itu lawan pokoknya gempur aja lawan kita
SukaSuka