Hal terbesar yang membuat saya tak mengingini Jakarta sebagai homebase saya adalah macet. Padahal di sana ada mertua, serta banyak saudara dan kerabat, apalagi teman dan kawan. Jangan ditanya pula soal peluang kerja dan kesempatan karir. Tetapi itu semua kemudian terpinggirkan semata karena macet.
Karena macet, saya khawatir untuk menjadi tua di jalan. Berangkat lebih awal untuk beraktifitas, pulang lebih larut pula. Tak terbayangkan pula berapa waktu yang tandas untuk produktifitas karena terpenjara di atas roda. Bahkan kesempatan untuk bersilahturahmi dan berjejaring secara nyata adalah sebuah kemewahan tersendiri.