Kepingan Koratkarit Paling Pojok

"musuh kita adalah waktu yang tak ragu bergerak maju, dan senyummu itu, tertinggal di masa lalu"

Manusia Kuat yang tak bisa mengganti ban

“Maaf ya Pak, saya membawa anak,” kata Ibu Pengemudi Transportasi Online saat bertemu di titik penjemputan sesuai aplikasi. Tadi malam (23/9), seperti hari-hari tujuh bulan terakhir, karena tak mampu menyetir sendiri, saya sering menggunakan jasa transportasi online.

“Ok, tidak apa-apa,” saya membuka pintu belakang. Saat sudah di dalam, sang anak yang duduk di bangku depan sebelah pengemudi melihat saya keheranan. Mungkin karena saya menggendong tangan kiri. Mata sang anak menyapa ramah tapi dari mulutnya tak terdengar kata-kata dengan jelas.

“Maaf ya Pak, anak saya ini autis,” kata si Ibu sambil mengemudi. “Mas, ayo duduk yang baik.” Perjalanan berlanjut, kami melanjutkan obrolan dengan sesekali Sang Anak menoleh ke arah saya.

Kami melanjutkan obrolan. Tentang rumah tempat saya dijemput yang ternyata dahulunya adalah rumah dari teman-teman bermain si Anak. Tentang rumah yang dijual tapi tidak laku-laku, tentang penghuni tak kasat mata yang tak sembarang bisa diobrolkan. Hingga saya bertanya, “Lho Buk, mau lewat mana?” Saya terheran dengan pilihan rutenya.

Si Ibu kaget. Sontak ia mengecek ke hp-nya yang ternyata dalam keadaan gelap.

“Maaf Pak, hp-nya mati, tadi banyak dipakai mainan Dimas (bukan nama sebenarnya). Sedari sore tadi rewel jadinya mau tidak mau harus saya ajak.”

Perjalanan belum ada seperempat jalan, tapi sudah kata maaf yang ketiga dari si Ibu. HP off buat pengemudi transportasi online adalah kiamat kecil. Langsung di-charge dan cerita terus bergulir dari si Ibu. Tentang Dimas yang harus diasuh sendirian sejak ayah Dimas berpulang ke Sang Pencipta beberapa waktu yang lalu. Tentang gelar sarjana hukum dan profesi advokat yang sempat vakum beberapa tahun dan kembali aktif sejak menjadi single parent. Tentang dua profesi yang harus dijalani siang dan malam demi biaya dan kebutuhan hidup yang berkejaran.

Tiba-tiba terdengar suara.

“Suara ban ya Pak?” si Ibu mengkonfirmasi apa yang didengarnya.

“Sepertinya begitu. Minggir saja, coba dicek,” kata saya.

Saya ikut keluar untuk melihat kondisi ban.

“Gak bisa jalan ya Pak kalau dipaksa?”

“Iya bu, bannya bakal hancur. Begitupun velg-nya kalau dipaksa jalan.”

“Waduh, saya seumur-umur belum pernah mengganti ban bocor,” terdengar nada panik si Ibu. Sementara saya mengingat-ingat sejauh mana tempat tambal ban terdekat. Putus asa, ingatan saya yang pendek menginformasikan kalau tambal ban terdekat masih jauh dan tak mungkin digapai dengan kondisi ban begitu.

“Mohon maaf, saya tidak bisa membantu, tangan kiri saya masih belum bisa digerakkan.” Kali ini kata maaf keluar dari mulut dan hati saya.

“Bapak ajarin saja caranya,” si Ibu masih bersemangat dan sesekali menyeru ke Anak yang tak bisa diam melihat keadaan mobil tak bisa berjalan.

Saya menunjukkan dimana dongkrak dan mengajari bagaimana caranya mengganti ban. Sepenuh hati ingin membantu tetapi saya sungguh tak mampu turun tangan.

Meskipun si Ibu cepat menangkap apa yang saya jelaskan, tapi saat harus memutar dongkrak sepenuh tenaga ternyata si Ibu tak kuat. Dongkrak yang terpasang tak mampu dioperasikan. Jadilah si Ibu menghubungi beberapa nomer untuk minta bantuan. Saya pun mencari ke phonebook nomer bengkel langganan untuk dijadikan alternatif bantuan.

Malam terus melaju. Si Ibu tinggal menunggu bantuan datang. Khawatir saya terganggu insiden itu, si Ibu memaksa untuk memesankan transportasi online pengganti buat saya melanjutkan perjalanan. Saya tak enak hati, jangan-jangan jika saya terus menunggu di situ, si Ibu makin merasa bersalah. “Pantesan tadi Dimas rewel, mungkin insting-nya sudah tahu kalau bakal kejadian tak mengenakkan begini,” katanya. Saya kemudian menolak dipesankan dan memilih memesan sendiri pakai aplikasi satunya karena aplikasi yang tersebut belum bisa di-close.

“Maaf ya Pak,” kata si Ibu sekali lagi. Padahal dalam hati, saya masih menyesal gara-gara kondisi tangan belum pulih, saya tak mampu membantu si Ibu mengganti ban, padahal si Ibu sudah menjelma menjadi manusia kuat tulang punggung keluarga. Dua profesi tiap hari yang penuh resiko dan masih harus menjadi sosok ibu buat anaknya yang perlu perhatian ekstra.

Tetap kuat Ibu! Semoga dimudahkan dan dilancarkan segala urusan …

[kkpp, 24.09.2025]

Tinggalkan komentar