Menjelang tengah malam menunggu di Bandara Soekarno Hatta bukanlah pengalaman kali pertama. Banyak hal yang bisa dikerjakan. Seperti kata seorang kawan (baca di sini), mengamati sesama penunggu terkadang juga mengasyikkan.
Ratusan wajah-wajah lelah tetapi penuh kepastian atas sesuatu yang ditunggu adalah bahan tersendiri untuk asupan otak yang masih terjaga. Begitu juga halnya dengan gaya mereka berpakaian, apa yang dikerjakan saat menunggu, serta obrolan-obrolan yang secara tak sengaja mampir di telinga.
Baru sadar, ternyata mengamati segala detil adalah kebiasaan yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Kebiasaan yang diajarkan mentor-mentor saya dulu, -mbak Nani Wijaya dan mbak Rindang- bahwa dari pengamatan itu kemudian melahirkan banyak ide yang kemudian mengalir sebagai bahan penulisan. Jika tidak malam ini terealisasikan, setidaknya ada tabungan kata-kata yang entah kapan terbelanjakan sebagai sebuah karya utuh.
***
Malam ini, tepat dua minggu sebelum sewindu usia perkawinan saya. Bagi saya, menunggu di Bandara Soekarno Hatta tak bisa begitu saja terlupakan.
Bagaimana tidak, beberapa bulan sebelum titik bersejarah delapan tahun lalu itu, di bandara ini, saya pernah dengan kegelisahan penuh menunggu. Bukan saja menunggu jadwal keberangkatan pesawat, tetapi juga menunggu sebuah jawaban iya atau tidak dari seseorang. Pada saat itu, keberangkatan pesawat juga menjadi ‘deadline‘ atas jawaban yang bakal mengubah perjalanan hidup saya. Bahkan, baru pada waktu itu, saya berharap agar pesawat di-delayed selama-lamanya hingga dapat jawaban yang saya nantikan.
Kok ya, layaknya kisah-kisah romatis nan dramatis, tepat saat memasuki pesawat yang hendak mengantarkan saya kembali ke Surabaya, telepon selular saya berdering darinya. Singkat saja pembicaraan itu, karena segera saya akhiri karena diingatkan pramugari. Segera saya akhiri karena saya tahu, saya harus segera sampai untuk melanjutkan pembicaraan tentang masa depan ‘kami’, dan bukan lagi semata tentang ‘saya’.
Kesediaannya malam itu, kehadirannya selama satu windu ini, serta kehadiran sepasang buah hati kami, adalah keindahan yang tak tergantikan dengan kata-kata yang melintas malam ini, malam menunggu di Bandara Soekarno Hatta.
Tepat pukul 23.30 panggilan datang, dari yang seharusnya 20.25 terjadwalkan, panggilan bahwa akhirnya pesawat sudah siap.
Bersiap masuk pesawat, saatnya untuk pulang. Pulang untuk tiga senyuman yang taktergantikan.
[kkpp, 23.11.11]